Berjuang Menyatukan Serpihan Kebersamaan

Berjuang Menyatukan Serpihan Kebersamaan

KASTANEWS.ID, CIDAHU, Mei: Apa yang ada di kepala kita menyaksikan foto di atas. Sebuah tanya, sedikitnya menggayuti mereka yang tidak serta dalam foto tersebut. Pertanyaannya adalah, makam siapakah itu? Siapa yang sedang diziarahi? Di mana lokasi pemakaman itu? Sebegitu pentingkah sosok yang dikirimi doa?

Sosok tersebut akrab di sapa Pak Iya. Entah siapa sesungguhnya nama panjangnya.

Bagi sebagian orang, mungkin nama Pak Iya tidak begitu punya arti. Tapi bagi sebagian besar mereka yang menjadi anggota Exispal 24KJ, nama Pak Iya jelas punya arti. Bahkan punya makna special.

Ya, Pak Iya. Cidahu. Cicurug. Sukabumi. Kawah Ratu. Gunung Salak. Nama-nama yang tidak mudah dipisahkan bagi anak-anak Exispal 24KJ.

Ada semacam tradisi bagi Exispal 24KJ untuk melangsungkan pelantikan anggotanya di Kawah Ratu Gunung Salak. Dan tempat tinggal Pak Iya menjadi base camp bagi mereka yang sedang punya hajat di kawasan tersebut.

“Seinget saya, mulai dari angkatan 1985 sampai 1987, pelantikan anggota baru Exispal 24KJ memang dilakukan di Gunung Salak, tepatnya di Kawah Ratu,” terang Amelia saat dihubungi beberapa waktu lalu.

Dari peristiwa semacam itulah anak-anak Exispal 24KJ menjadi dekat dengan Pak Iya. Bahkan hingga beliau telah berpulang di tahun 1994, makam pak Iya masih disinggahi dan dikirimi doa.

Kunjungan tujuh Anggota Exispal 24KJ ke Cidahu, Cicurug, Sukabumi, Kaki Gunung Salak, memang tidak semata-mata khusus mengunjungi makam Pak Iya. Mereka sesungguhnya sedang melakukan survei lokasi untuk helatan akbar, Reuni Lintas Angkatan Exispal 24KJ yang mereka beri tajuk ‘Cidahu Trip Exispal 24KJ’.

Ketujuh Anggota Exispal 24 KJ itu adalah Trisno, Budi, Amel, Syam, Rini(24pusat) Feli dan Dewi.

 

Perjuangan Tanpa Pamrih

Tujuh anggota Exispal 24KJ untuk sampai di Cidahu dan makam Pak Iya rupanya bukan persoalan sederhana. Mereka harus berjuang sejak pagi dini hari.

Tepatnya sejak pukul 05:30, mereka sudah harus berkumpul di BCA Veteran Bintaro. Tepat pukul 06.00 mereka berangkat menuju Cidahu, Sukabumi.

Di tengah perjalanan, si Ganteng Syam Hadiwibowo menelpon ingin ikut serta. Maka rombongan memutuskan untuk menunggunya di pom bensin belokan Cidahu.

Setelah cukup lama menunggu, pada pukul 12.00 si ganteng itu akhirnya nongol juga dan bisa bergabung.

“Sepanjang perjalan menuju Cidahu, masing-masing teman bercerita kisah-kisah lebih dari 30 tahun yang lalu. Di tengah cerita mereka, saya bisa membayangkan harus berjalan kaki sepanjang lebih kurang 11 km. Di jaman itu, transportasi belum seperti sekarang, listrik belum ada. Di benak saya, itu perjalanan yang cukup menguras tenaga,” ungkap Feliana Darman, Anggota Exispal 24 KJ angkatan 1987.

Sesampai di Cidahu, vila-vila yang disurvei ingin dijadikan lokasi Reuni ada beberapa alternative.

“Ada berbagai pilihan vila, semua dikunjungi dan akan berembuk mana yang tepat,” ungkap Feli.

Sepulang survei, mereka mampir ke makam Pak Iya yang memang sudah diniatkamn untuk ziarah.

“Di makam itu tidak tertulis nama Pak Iya, maka kami memutuskan untuk membuat batu bertuliskan nama, tanggal lahir dan wafat beliau,” terang Feli.

Lebih jauh disampaikan Amelia, ketujuh teman Exispal 24KJ yang ke makam tersebut memang berencana memberikan batu nisan bertuliskan jati diri Pak Iya.

“Setidaknya kita ini yang pernah punya ikatan dengan beliau bisa mengabadikannya melalui tulisan di nisan tersebut. Tapi kapan persisnya akan dilakukan, masih terus dibicarakan,” ungkap Amelia.

Selama perjalanan survei, sesungguhnya ada satu hal yang cukup yang mengkhawatirkan, yaitu kondisi pengemudi yang belum tidur lebih dari 24 jam.

“Saya sebenernya sangat khawatir, karena bang Trisno udah kecapean. Cuma karena gak ada yang bisa bawa mobil, mau gak mau dia terpaksa harus bang Tris sendiri yang bawa mobil,” ujar Feli.

Rasa syukur hadir saat si Ganteng Syam nyusul dan beralih posisi menjadi driver.

“Salut gue sama pengorbanan teman-teman, terutama bang Trisno yang udah bela-belain bawa mobil buat survei. Mana sempet kempes ban  di tol. Ban udah botak, di tol gak bisa lari lebih dari 80 km/jam. Tapi Alhamdulillah niat baik teman-teman dilindungi Allah sampai kami dianter ke rumah masing-masing,” kenang Feli.(82Daha/20052018)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *