Surya yang Hilang

Surya yang Hilang

KASTANEWS.ID, SURYA KENCANA: Lama terpendam. Butuh energi lebih dan mood yang cukup untuk mengurai kembali kisah lalu.  Janji untuk sedikit mengangkat kembali kisah Surya Ibrahim Dompas (alm) terus tertunda.  Bukan hanya karena aktifitas hari-hari, namun butuh ‘sesuatu’ yang ‘lebih’ untuk kembali mengenang Surya.

Bahan sudah tersedia.  Hanya foto yang sulit didapat.  Kontak sana-sini sudah dilakukan, namun hanya satu foto juga yang berhasil ditemukan.

Paparan kisah Surya sengaja dicuplik dari tulisan Thea Arabella, anggota Pecinta Alam SMA N 82 Jakarta, WerdiBhuwana. Thea tidak mengenal Surya secara langsung, tapi ikatan emosional sesama pecinta alam SMA N 82 Daha, dengan rela dirinya menyusuri kisah Pendaki yang tidak pernah ditemukan hingga hari ini di Gunung Gede.

Begitupun dengan diturunkannya kembali kisah Surya ini, hanya karena kami masih mengingat siapa Surya, masih mengakui keberadaannya, masih ingin memilikinya meski dalam angan dan hati, Surya kembali dihadirkan.  Untuk mengenang, untuk mengingat, untuk membincangkan sesuatu yang positif dan menjadikan kita untuk ‘ingat’ sebagai sesama yang mencintai alam, bahwa mencintai tidak selamanya harus memiliki.

Thea, melalui chat whatsapp, merelakan tulisannya untuk ditampilkan kembali meski dicuplik sana sini. Semoga saja apa yang tersaji ini, bukan nada minor yang didapatkan, namun sebaliknya, menjadikannya inspirasi, dan koreksi serta evaluasi akan hal-hal yang tidak diinginkan.

Cerita ini juga diharapkan bisa menautkan tali persaudaraan sesama pecinta alam, meski tidak saling mengenal, namun rasa memiliki bisa terus terpelihara.

Penuhi Janji

Surya Ibrahim Dompas adalah laki laki yang dilahirkan di Manado, Sulawesi Utara 30 Oktober 1971.  Surya menjadi bagian dari SMA N 82 Daha Jakarta terhitung sejak tahun 1987 dan menjai anggota WerdiBhuwana angkatan Tapak Rimba.

Saat mendaki Gunung Gede, Surya bersama rombongan berjumlah 17 orang. Antara lain yang ikut dalam pendakian tersebut adalah Ardan Ardiansyah (Tapak Rimba), Hendra Utama (Wana Padri), Hary Judianto (Wana Padri), Surya Ibrahim Dompas (Tapak Rimba), Boy Syabana (Bayu Buana), Alm. Julini (Tapak Rimba) dan 11 anggota WerdiBhuwana lainnya.

Pendakian Gede itu juga pemenuhan janji Surya kepada angkatan kelas 1 yang baru saja dilantik pada akhir Oktober 1989, Angkatan Bayu Buana 1992.

“Surya minta maaf, dia tidak bisa ikut dalam acara pelantikan WB angkatan gw, karena kebetulan tanggalnya bentrok dengan acara pelantikan keamanan, dia ketua keamanan saat itu dan pas pelantikannya juga berbarengan dengan proses regenerasi, Hary Judianto menggantikan Surya jadi ketua keamanan untuk periode 1990-1991.. Tapi Surya janji akan ajak angkatan gw naik gunung, dan dia menepati janjinya…,” ujar Boy Syabana, Bayu Buana.

25 November 1989

Semua anggota tim pendakian sudah berkumpul di SMA N 82 Jakarta. Sebelum memulai perjalanan, diawali dengan doa. Surya yang memimpin doa untuk keselamatan selama perjalanan.

Ketika sudah berangkat dari sekolah sekitar magrib di kawasan Blok M, Surya yang menjadi bagian dokumentasi pada saat itu, tidak mempunyai kamera, sehingga ia meminta tim untuk tetap melanjutkan perjalanan ke Gunung Gede sementara ia akan meminjam kamera Norick, sepupunya yang tinggal tidak begitu jauh dari Blok M.

Saat berada di tempat Norick, Surya masih berusaha mengajak Norick untuk ikut dalam pendakian, sejak pagi di sekolah Surya sudah mengajaknya tetapi karena keadaan yang tidak memungkinkan, Norick hanya meminjamkan kameranya.

Saat itu Surya berjanji, bahwa ini adalah pendakian terakhirnya karena ia ingin fokus belajar untuk Ujian Akhir Semester (UAS) di sekolah.

Rencana awal pendakian akan dimulai dari jalur Cibodas dan akan turun melalui jalur Gunung Putri. Tidak ada rencana untuk bermalam di gunung, sehingga perlengkapan yang dibawa bisa dikatakan minim. Jam 22.00 tim sudah berada di Cibodas dan langsung menuju Information Centre untuk melapor dan mengurus ijin pendaftaran kepada petugas PHPA.

26 November 1989

Setelah mendapatkan ijin pendakian, tim bergerak menuju Pos Kandang Badak jam 00.30. Tim beristirahat sejenak di Pos Panyangcangan.

Surya Ibrahim (alm.), Hary Judianto, Hendra Utama dan Julini (alm.) memutuskan untuk beristirahat di pos sambil menunggu pagi.  Sedangkan tim lainnya melanjutkan pendakian menuju Puncak Gede.

“Waktu naik gak keliatan kaya Surya yang biasa naik gunung sama gw, dia lebih sering cape, banyak berhenti.  Mungkin juga karena dia masih sakit engkel akibat latihan di Taiwan, tapi herannya dia masih maksain untuk naik dengan kondisi seperti itu,” tutur Hary Judianto.

Bisa dikatakan, Surya dan yang lainnya tertinggal hampir 6 jam, karena tim sudah mencapai Puncak Gede jam 05.30 subuh, sebelum sunrise. Tetapi sekitar jam 12.00 Surya dan yang lainnya masih belum sampai Puncak Gede.

Ketika tim memutuskan untuk kembali melalui Pos Kandang Badak, Surya dan yang lainnya sudah melewati Pos Kandang Badak tetapi masih dalam perjalanan menuju Puncak Gede.

Mereka bahkan sempat berpapasan di Tanjakan Setan jam 13.30. Saat berpapasan, tim mengajak Surya dan yang lainnya untuk ikut turun sebelum kena hujan dan gelapnya malam karena kondisi saat itu sudah mendung. Namun yang mengikuti ajakan turun hanya Julini (alm).  Sementara Surya Ibrahim (alm), Hary Judianto dan Hendra Utama masih tetap melanjutkan pendakian menuju Puncak Gede.

Menurut penuturan Hendra Utama, pada waktu ‘muncak’ sudah sekitar jam 14.00, dia dan Hary memutuskan untuk ikut dengan rombongan lain yaitu turun melalui Cibodas tetapi Surya masih ingin melewati alun-alun Surya Kencana dan pada akhirnya turun melewati Gunung Putri. Hendra dan Hary mengetahui Surya sudah beberapa kali melalui jalur Gunung Putri, sehingga mereka tidak khawatir untuk melepasnya melewati jalur Gunung Putri seorang diri, walaupun kondisi Surya tidak sehat dan perbekalan yang sangat minim.

“Waktu sampai puncak kita gak ada makanan, sampai dikasih sama pendaki lain yang ada di puncak. Perbekalan minim, Surya hanya memakai daypack,” kenang Hary.

Sementara itu Hary Judianto mengatakan, “Waktu muncak, fisik gua emang udah gak kuat lagi, gw gak mau maksain lewat Putri karena tau jalurnya kaya gimana kalo hujan, tapi Surya masih maksain mau lewat Putri.

Pada saat itu gw memutuskan untuk menjadi follower, mengikuti rombongan yang lain.

Emod (Hendra) turun duluan, waktu gw sama Surya mulai jalan menjauh, di sana kita tatap muka untuk yang terakhir kalinya. Dan sampai sekarang, gw masih nyesel karena dari awal gw udah janji mau naik gunung bareng dia.”

Sekitar jam 14.40, Hary Judianto dan Hendra Utama mulai bergerak turun kembali menuju Cibodas. Pada saat turun ini, Hary dan Hendra sempat diantar oleh Surya Ibrahim sampai pada pohon pertama dari puncak. Setelah mengantar Hary dan Hendra, Surya melanjutkan perjalanan menuju puncak Gunung Gede, Hary masih sempat melihat Surya sedang bergerak menuju puncak. Dan disinilah saat terakhir Hary melihat Surya Ibrahim.

Sementara itu Ardan Ardiansyah menuturkan hal serupa.

“Keputusan untuk turun lewat Cibodas diambil karena saya bawa anak-anak kelas 1 dan kondisi sudah mulai mendung, kasihan kalau mereka kena malem dan lewat jalur Putri.

Sewaktu turun ke Pos Kandang Badak, kami papasan dengan Surya tepat setelah ‘Tanjakan Setan’, Surya mengalami sakit engkel, memang sebelum pendakian juga dia sudah sakit engkel. Itu terakhir saya ketemu dengan Surya.

Kami sampai di Cibodas sekitar jam 17.30, masih menunggu Surya dan yang lain di warung pasar bawah. Cuaca pada waktu itu sudah hujan deras. Ketika kami mau menyusul ke atas sekitar jam 19.00, dari kejauhan Hendra dan Hary datang, tanpa Surya.

Memang kemauan Surya sulit digoyahkan, kalau dari awal dia mau turun lewat Putri, dia pasti akan lewat Putri.

Pada waktu itu kami tidak lapor ke petugas, karena di pos pendaftaran tidak ada yang jaga,”.

27 November 1989

Satu tim pendakian sudah kembali ke sekolah untuk persiapan Ujian Tengah Semester. Tetapi di antara mereka, tidak terlihat sosok Surya Ibrahim. Ibunda Surya mulai menanyakan dimana keberadaan Surya.

Pihak sekolahpun diberitahu oleh Norick, sepupu Surya dan mulai dilakukan pencarian di beberapa lokasi di mana Surya mungkin berada.  Tetapi tetap saja tidak ditemukan sosok dirinya.

Pada Selasa 28 November 1989, Surya dilaporkan hilang ke pihak Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Surya Ibrahim Dompas dinyatakan hilang sejak 26 November 1989, tanggal untuk terakhir kalinya Hary dan Hendra berpisah dengannya.

Pencarian sosok Surya di Gunung Gede, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Cianjur, Jawa Barat segera dilakukan bersama 30 tim yang tercatat dalam laporan SAR yang  dibuat oleh Herry ‘Macan’ Heryanto selaku SMC (SAR Mission Coordinator).  Pada pencarian itu, berasal dari masyarakat sekitar Cibodas, perkumpulan Pencinta Alam, Instansi terkait dan Swasta yang berjumlah hampir lebih dari 160 orang personil.

Sore ini senja begitu manja

Jingga di ufuk merajuk untuk dipeluk

Enggan berpisah dari sang surya

Senja terdiam

Tangis perpisahan tak tertahan

Tuhan

Peluk damai surya ku

Hadirkan di tiap pagi

Di tiap denyut nafas kami (82daha/1082017)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *