Penyiksaan Brutal di Lapas Narkotika, Investigasi Tak Boleh Berhenti

Penyiksaan Brutal di Lapas Narkotika, Investigasi Tak Boleh Berhenti

KASTANEWS.ID, JAKARTA: Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai NasDem Subardi mendesak investigasi atas penyiksaan keji di Lapas Narkotika kelas II-A Yogyakarta, Pakem, Sleman, Yogyakarta tak boleh berhenti. Investigasi wajib dilakukan sejumlah instansi, antara lain Komnas HAM menyangkut pelanggaran HAM, Kepolisian untuk menelusuri bukti-bukti yang mengarah kepada tindak pidana, Ombudsman terkait penyelenggaraan administrasi, LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) untuk melindungi dan memulihkan kondisi korban, serta Kementerian Hukum dan HAM untuk pemeriksaan internal hingga sanksi pemecatan.

“Investigasi harus menyeluruh dan hasilnya disampaikan kepada publik. Saya harap ada tindakan tegas mulai dari aspek pidana maupun sanksi kepegawaian,” ungkap legislator asal Sleman itu, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (10/11).

Saat ini Kanwil Kemenkum HAM DIY telah menarik lima orang sipir yang diduga pelaku penyiksaan. Sementara Komnas HAM juga telah menerima aduan dari korban. Pendampingan kepada korban juga terus dilakukan oleh Komnas HAM.

“Apa yang dilakukan sipir atau petugas lapas adalah pelanggaran HAM. Kalapas harus tanggung jawab. Jangan lagi dibantah bahwa di lapas semua tertib, seakan-akan tidak ada peristiwa tersebut. Ini sudah jelas korbannya ada, bekas siksaannya (di tubuh korban) ada, laporannya ada, kronologi hingga detail siksaannya sudah diungkap korban,” tambah Ketua DPW NasDem DIY itu.

Subardi mendesak, investigasi segera dilakukan dan hasilnya disampaikan ke publik. Bila dibiarkan berlarut, ia khawatir kasus penyiksaan keji akan dibiarkan begitu saja, sementara korban akan merasakan efek trauma berkepanjangan.

“Yang paling penting investigasi harus berjalan cepat. Kalau diulur-ulur nanti kasusnya hilang lenyap. Tidak ada evaluasi, tidak ada sanksi. Kasus ini sangat keji, para korban diperlakukan tidak manusiawi. Mereka merasakan depresi, serangan mental dan trauma berkepanjangan,” jelas Subardi.

Sebelumnya, sekelompok warga binaan di Lapas Narkotika Sleman melaporkan kasus ini ke Ombudsman DIY, Senin (1/11). Vincentius Titih Gita Arupadatu, salah seorang korban menuturkan, peristiwa tersebut berupa penganiayaan, diinjak-injak, dan dikurung dalam sel kering selama lima bulan.

Para korban juga menyaksikan pelecehan seksual berupa pemaksaan masturbasi di depan banyak orang menggunakan timun isinya dibuang, diisi sambal, dan disuruh masturbasi. Lalu mereka dipaksa memakan timunnya. Jenis hukuman lainnya ada terpidana yang ditelanjangi di hadapan banyak petugas dan disiram air.

Tak hanya Vincentius, korban lainnya bernama Yunan Afandi, mengaku pernah dimasukan sel sempit dengan kapasitas lima orang, namun diisi 17 orang. Peristiwa itu membuatnya sempat lumpuh selama dua bulan. Yunan merupakan terpidana kasus Narkotika yang divonis penjara sejak tahun 2017 hingga 2021, sedangkan kasus yang dialaminya terjadi pada tahun 2021. (rls/ND/*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *