Kisah ‘BTL’ dari Iqbal Irsyad

Kisah ‘BTL’ dari Iqbal Irsyad

KASTANEWS.COM: ASLI. Saya termasuk orang yang biasa-biasa saja. Rasanya tidak ada pengalaman yang menarik untuk dibagikan saat kuliah. Tapi, membaca aneka macam pengalaman teman-teman, jadi tergelitik juga untuk menulis pengalaman saat masuk kampus tercinta IISIP Jakarta.

Tahun 1991, dari Palembang ke Jakarta. Tinggal di rumah Om di Bintaro Jaya. Niat dari kampung halaman memang mau daftar IISIP Jakarta. Info kampus yang saya peroleh dari ayah saya.

Sama om sudah dikasih petunjuk. Kalau mau ke IISIP di Lenteng Agung naik Kopaja ke Blok M. Dari Blok M kemudian naik Metromini jurusan Pasarminggu. Dari terminal Pasar Minggu naik Miniarta jurusan Depok.

Ingat, kata om saya, bilang sama kondektur untuk berhenti di Lenteng Agung, Kampus IISIP.

“Biasanya sih keneknya bilang kampus tercinta,” om saya pesan.

Om saya cukup hapal karena beliau Alumnus UI. Jadi memang bolak-balik ke UI. Kadang naik kendaraan umum juga ke Kampus UI. Karena setelah lulus beliau sempat menjadi dosen di almamaternya.

Singkat cerita, dengan rasa takut dan selalu bertanya, akhirnya saya sampai juga ke Kampus Tercinta, IISIP Jakarta.

Impresi awal kaget. Asli, bayangan kampus yang selama ini tergambar beda banget. Ketemu mahasiswa yang mayoritas gondrong. Pakaian cuek. Celana jeans robek. Hmm….sempat down.

Sempat celingak celinguk. Mau tanya di mana tempat pendaftaran malu dan segan.

Di saat tolah toleh bingung, eh, ada seseorang colek saya.

“Mas, tahu tempat daftar mahasiswa baru?,”

“Kebetulan,” saya bilang.

“Saya juga mau daftar”.

Alhasil dia ngajak daftar bareng. Saya kenalan. Kenalan pertama saya di kampus. Namanya Hari. Dikenal Hari Dayak. (Moga2 dia ingat.).

Bersama Hari kemudian saya daftar. Ambil formulir. Ngobrol sebentar, kita pisah.

Saya langsung jalan ke depan. Mau balik lagi ke rumah om saya di Bintaro. Di depan Kampus, saya ragu juga. Kalau ke Pasar Minggu naik apa yah?

Biar aman, saya tanya seseorang yang berdiri depan kampus.

“Mas, tanya, kalo ke Pasar Minggu naik apa yah?”

Jawabannya yang membuat saya ingat betul sampai sekarang.

“Kamu mahasiswa baru?,” tanyanya.

Saya jawab iya.

“Dari mana?,”

“Dari Palembang.” saya jawab.

“Saya mau ke Bintaro, katanya harus dari Pasar Minggu dulu,” Saya langsung saja menjelaskan.

Dengan santai, dengan logat Bataknya, dia jawab…

“Wah saya ini BTL. Jadi kau tanya saja sama yang lain. Aku cuma tahu, Kampus ini dan Depok rumah abangku,”.

Sambil menahan senyum akhirnya saya kenalan. Namanya Safarudin Siregar (moga2 ingat. Karena tahun lalu pas ngobrol, saya sampaikan pengalaman tersebut).

Kenapa saya sampaikan cerita ini. Asli, waktu pertama disebut BTL, saya tidak berani tanya. Belakangan setelah kos di ibu Sri dan satu kamar dengan Syeba yang orang Batak, saya baru tahu kalau BTL itu singkatan dari Batak Tembak Langsung.

*****

Bertahun kemudian, ketika berkarier di dunia jurnalistik, baru saya sadari. Alumnus IISIP Jakarta luar biasa. Jaringan, kekompakan, tidak ada yang menandingi.

Terutama untuk bidang jurnalistik. Bahkan, pada suatu masa, saya termasuk yang fanatik. Tiap menerima calon reporter, saya lebih mendahulukan almamater.

Bukan karena sentimentil. Lulusan Universitas Negeri ternama, kalau disuruh terjun ke lapangan, keteteran. Tapi alumnus IISIP macam reporter senior.

Salam kompak….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *