JAKARTA, 25 Mei 2018: Pengesahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Antiterorisme direspon cepat oleh pemerintah. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan pemerintah segera menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk mengakomodasi aturan dalam UU.
“Habis Hari Raya (Idul Fitri). Tentu kan membuat Perpresnya melibatkan beberapa stakeholders,” kata Yasona di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 25 Mei 2018.
Yasonna menjelaskan Perpres tersebut berfungsi menerjemahkan bentuk Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Beberapa unsur yang harus dipenuhi dalam pelibatan TNI memberantas terorisme ialah skala ancaman dan kondisi wilayah. Yasona memastikan Perpes akan melengkapi fungsi seluruh stakeholders dalam penindakan.
“Yang pasti Kemenhan, Menko Polhukam, Kementerian Hukum dan HAM, Panglima TNI, Polri, BNPT, dan juga yang lain-lain. Nanti kita atur di Perpresnya kita dengar dulu semua. Kita juga nanti konsul ke teman-teman di DPR ya,” jelas Yasona.
Pembahasan UU Antiterorisme sempat alot merumuskan definisi terorisme dalam ketentuan umum Pasal 1 di draf revisi. Menjelang batas akhir pengesahan Jumat, 25 Mei 2018, suara antarfraksi masih terbelah.
Delapan Fraksi menyepakati definisi terorisme alternatif kedua yang ditawarkan pemerintah. Definisi terorisme menyertakan frasa motif politik, ideologi, atau gangguan keamanan.
Dua fraksi, PDI Perjuangan dan PKB menyepakati alternatif pertama. Definisi terorisme tanpa menyertakan frasa motif politik, ideologi, atau gangguan keamanan.
Dalam rapat kerja tadi malam, 10 fraksi sepakat alternatif kedua menjadi definisi terorisme. Seluruh fraksi sepakat revisi UU Antiterorisme dibawa ke pembahasan tingkat dua dalam rapat paripurna untuk disahkan.(kastanews)