Rudi Hartono Nilai BPKN Kerja Setengah Hati

Rudi Hartono Nilai BPKN Kerja Setengah Hati

JAKARTA (Kastanews.com)- Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Rudi Hartono Bangun mempertanyakan kinerja Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), terutama pada kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak yang diduga akibat obat sirop.
Ia menilai kinerja BPKN tidak serius dan setengah hati dalam melindungi konsumen. “Tugas BPKN ini apa? fungsinya apa dalam melindungi konsumen? Saya melihat BPKN kerjanya masih setengah hati,” ujar Rudi saat Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR RI dengan Ketua BPKN, Rizal Edy Halim beserta jajaran, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (3/11).
Rudi menegaskan BPKN sama sekali tidak terlihat dalam penanganan GGAPA yang diduga karena mengonsumsi obat sirop. Bahkan menurut Rudi, sebelum kasus gagal ginjal merebak, BPKN juga sama sekali tidak aktif dalam perlindungan konsumen. Ada kesan lembaga perlindungan konsumen di luar pemerintah seperti YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) lebih aktif.
“Rakyat mengadu kasus ke BPKN, apa bentuk tindak lanjutnya? Jangan hanya senyum-senyum, lalu duduk manis. Kalian ini digaji sama konsumen, sama rakyat lewat negara,” tandas Rudi.
Legislator NasDem dari Dapil Sumatra Utara III (Langkat, Karo, Simalungun, Asahan, Dairi, Pakpak Bharat, Batubara, Kota Pematangsiantar, Kota Tanjungbalai, dan Kota Binjai) itu menuntut BPKN untuk serius dalam membantu penanganan GGAPA. Kasus itu tidak bisa dianggap enteng. Sejauh ini berdasarkan data Kemenkes per 1 November 2022 terdapat 325 kasus GGAPA dan dari jumlah itu, sebanyak 178 anak meninggal dunia.
“Bapak (Ketua BPKN) jangan ngomong doang. Masyarakat butuhnya realisasi. Tugas bapak dan jajaran ini kan melindungi konsumen sesuai UU Nomor 8 Tahun 1999 (UU Perlindungan Konsumen),” tandasnya.
Rudi juga mengatakan kasus GGAPA sudah sangat darurat. Bahkan ia menduga hal tersebut adalah sebuah ‘pembunuhan berencana’ karena dalam waktu singkat, ratusan nyawa anak melayang.
“Ini kasus yang amat serius. Kalau satu atau dua korbannya bisa disebut accident (kecelakaan). Tapi ini sudah 170-an korban dalam waktu singkat. Ini bisa dikatakan pembunuhan berencana,” pungkas Rudi.(rls/*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *