Pengenalan Konsep Saleh Sosial dalam Pembangunan Sanitasi

Pengenalan Konsep Saleh Sosial dalam Pembangunan Sanitasi

Oleh: Oswar Mungkasa; Penggiat Air Minum dan Sanitasi, Bekerja di Bappenas.

Sekitar sepuluh tahun lalu ketika menjadi pembicara pada Dubai Humanitarian Aid (DIHAD) Conference and Exhibition, di Dubai, para peserta sangat terkejut ketika mengetahui bahwa kondisi sanitasi Indonesia yang masih kurang baik berdasar kenyataan bahwa setidaknya 70 juta penduduk masih melakukan Buang Air Besar Sembarangan (BABS) (saat ini sudah jauh berkurang tetapi diperkirakan masih cukup besar mencapai 35 juta orang), bahkan praktek tersebut juga terjadi di Pesantren. Kebetulan saat itu materi presentasi terkait Sanitasi Sekolah.

Keterkejutan peserta konferensi terutama bahwa Indonesia dikenal dengan masyarakatnya yang agamis, dan praktek BABS tentu saja bertolakbelakang dengan gambaran sebuah masyarakat yang taat menjalankan ajaran agamanya. Apalagi dalam Islam, yang merupakan agama yang dianut oleh mayoritas sekitar 85 persen penduduk Indonesia, frasa ‘Kebersihan sebagian dari Iman’ (walaupun menurut sumber lain frasa yang tepatnya adalah Bersuci merupakan sebagian dari Iman) sangat populer.

Sebelum lebih jauh, sebaiknya kita menyamakan persepsi tentang makna dari sanitasi. Menurut WHO, sanitasi merujuk kepada penyediaan sarana dan pelayanan pembuangan limbah kotoran manusia seperti urin dan tinja. Istilah ‘sanitasi’ juga mengacu kepada pemeliharaan kondisi higienis melalui upaya pengelolaan sampah dan pengolahan limbah cair. Secara umum, tujuan sanitasi yaitu untuk menjamin kebersihan lingkungan manusia sehingga terwujud suatu kondisi yang sesuai dengan persyarakat kesehatan serta untuk mengembalikan, memperbaiki, dan mempertahankan kesehatan manusia. Dengan demikian, perilaku BABS menjadi kontradiktif bagi upaya pembangunan sanitasi.

Perilaku BABS sendiri dapat dikategorikan dalam 2 (dua) tipe yaitu (i) BABS secara harafiah, artinya melakukan secara langsung ke badan air (sungai, saluran drainase, danau, dan lainnya); (ii) BAB di toilet tetapi karena tidak tersedia tangka septik maka tinjanya dialirkan langsung ke sungai melalui pipa. Praktek ini banyak terjadi di lokasi sepanjang sungai kota besar termasuk Jakarta, yang sekitar 500 ribu penduduknya masih BABS tipe ini. Apapun tipenya tapi akibatnya mencemari badan air yang nota bene bagi seorang muslim air merupakan kebutuhan utama untuk berwudhu (mensucikan diri sebagai persyaratan melaksanakan shalat). Jadi tentu saja sanitasi itu berhubungan dengan kebersihan dan bahkan kesucian jika dikaitkan dengan ritual keagamaan. Sehingga jelas sanitasi dan Islam saling terkait, dan BABS jelas bukan perilaku Islami.

Agama Islam adalah agama amaliyah, yaitu menuntun dan mengajarkan umatnya untuk mengisi hidup dan kehidupannya dengan amal perbuatan baik yang bermashlahat bagi dirinya, keluarganya dan masyarakatnya (Zubaidi, Natsir ed., 2016). KH. Ahmad Mustofa Bisri atau dikenal dengan Gus Mus memperkenalkan istilah Saleh Ritual dan Saleh Sosial. Saleh Ritual diartikan sebagai ibadah yang dilakukan dalam konteks memenuhi haqqullah dan hablum minallah seperti shalat, puasa, haji dan ritual lainnya. Sementara itu, istilah Saleh Sosial merujuk pada berbagai macam aktivitas dalam rangka memenuhi haqul adami dan menjaga hablum minan nas. Gus Mus tentu tidak bermaksud membenturkan kedua jenis kesalehan ini, karena sesungguhnya Islam mengajarkan keduanya. Jadi, jelas bahwa yang terbaik itu adalah kesalehan total, bukan salah satunya atau malah tidak dua-duanya. (Hosen, 2016).

Banyak ayat dalam Al Qurán dan Hadits yang menjelaskan tentang pentingnya Saleh Sosial ini, khususnya yang terkait kebersihan dan sanitasi. Beberapa diantaranya (TSSM, tanpa tahun) adalah
a.Kebersihan
 Sesungguhnya Allah mencintai orang yang taubat dan mencintai orang-orang yang menjaga kebersihan (Al Baqoroh ayat 222)
 Dan janganlah kalian berbuat kerusakan di muka bumi, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang orang yang berbuat kerusakan (Al Qashas 77). Perilaku BABS tentunya bagian dari kegiatan mencemari lingkungan yang merusak bumi ini.
 Sesungguhnya Allah membangun Islam diatas kebersihan. Dan tidak akan masuk surga kecuali orang-orang yang memelihara kebersihan (HR. Thabraani). Kebersihan menjadi suatu keniscayaan bagi penganut agama Islam.

b. Sanitasi
 Takutlah tiga tempat yang dilaknat, buang kotoran pada sumber air yang mengalir, di jalan dan tempat berteduh (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majjah).
 Dari Jabir : Sesungguhnya Nabi melarang buang air di air yang tidak mengalir (Hadits riwayat Muslim, Nasai dan lbnu Majah).
 Dari Jabir : Rasulullah SAW telah melarang buang air kecil di air yang mengalir” (Hadits riwayat Tirmidzi).
 Barang siapa yang datang ke jamban (BAB) maka tutupilah (HR Abu Dawud). Aurat adalah bagian tubuh yang harus ditutupi atau dilindungi. Melakukan BAB ditempat tempat terbuka akan menyebabkan terlihatnya aurat bagi kaum laki laki maupun perempuan.

Namun dalam kesehariannya, masyarakat lebih fokus pada Saleh Ritual dibanding Saleh Sosial. Kesalehan masih dipandang hanya berasal dari Saleh Ritual berupa shalat, puasa, dan naik haji. Kegiatan Saleh Sosial seperti menjaga kebersihan, tidak buang sampah sembarangan, termasuk tidak BABS belum dipandang sebagai bagian dari sikap saleh. Sehingga bukanlah hal yang mengejutkan jika puluhan juta masyarakat masih melakukan praktek BABS. Menjadi tugas para penggiat sanitasi untuk mulai meluruskan pemahaman ini sebagai bagian pengarusutamaan pembangunan sanitasi.

Upaya penyadaran dari sisi agama khususnya konsep Saleh Sosial bisa menjadi salah satu alternatif pengarusutamaan pentingnya sanitasi. Saat ini telah banyak upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak. Mulai dari MUI yang telah banyak mengeluarkan materi khutbah Jumat, beberapa proyek Air dan Sanitasi juga telah melakukan hal yang sama, bahkan pemerintah daerah juga sudah turut mengupayakan hal ini. Namun masih dibutuhkan kolaborasi diantara pemangku kepentingan sanitasi agar upaya yang telah dilakukan menjadi lebih efektif dan efisien. Di sinilah Kelompok Kerja Perumahan, Permukiman, Air Minum dan Sanitasi (Pokja PPAS), baik nasional maupun daerah, dapat berperan aktif sebagai forum para pemangku kepentingan dalam berkolaborasi.

Salah satu upaya kolaborasi yang dapat dikembangkan oleh Pokja PPAS adalah dengan menjalankan upaya pengelolaan pengetahuan (knowledge management) terkait praktek saleh sosial bidang sanitasi, yang pada prinsipnya mengumpulkan, menyiapkan, menyebarluaskan beragam data dan informasi yang dipunyai oleh para pemangku kepentingan. Data dan informasi ini dapat berupa ketersediaan beragam bentuk materi publikasi, pembelajaran praktek unggulan, kebijakan dan regulasi, hasil studi, dan banyak lagi yang dengan mudah dapat diakses. Melalui upaya ini, para pemangku kepentingan terwadahi oleh Pokja PPAS dalam berbagi pengetahuan terkait saleh sosial sehingga pembangunan sanitasi menjadi lebih efektif dan efisien. Dengan demikian, semoga target akses sanitasi dan air minum aman berkelanjutan 2024 dapat tercapai.

Sumber:
1.Hosen, Nader. Kesalehan Ritual dan Kesalehan Sosial. Diakses dari https://nadirhosen.net/tsaqofah/aqidah/208-kesalehan-ritual-dan-kesalehan-sosial pada tanggal 13 Februari 2020.
2.TSSM Jawa Timur. Islam Itu Bersih. Islam Itu Sehat. Islam Tidak Merusak Lingkungan. Materi Dakwah Sanitasi. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) kerjasama dengan MUI Jawa Timur, IAIN Surabaya, WSP-EAP/TSSM, Gates Foundation. Tanpa tahun.
3.Zubaidi, Natsir ed. Khutbah Jumat. Air, Kebersihan, Sanitasi dan Kesehatan Lingkungan menurut Agama Islam. Majelis Ulama Indonesia. Penerbit : Sekolah Pasca Sarjana Universitas Nasional

Tulisan ini disiapkan untuk memeriahkan ajang NTU (Nugroho Tri Utomo) Writing Contest for Water and Sanitation 2019 bertema Menuntaskan Akses Sanitasi dan Air Minum Aman Berkelanjutan 2024 yang diselenggarakan oleh Jejaring Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL).

“Red: Penulis Juga Salah Satu Pendiri Jejaring Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL)”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *