KASTANEWS.ID, CANGKUANG, Pada Suatu Waktu : Posisinya berada di tepi jalan arah menuju Javana Spa, Bukit Cangkuang, Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat. Atau berada di lingkungan Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Sepintas lalu, orang yang melintasi jalan aspal yang kini sudah mulus itu tidak akan menyangka, bangunan yang tampak seperti gubuk itu adalah sebuah Mushola. Dia tidak bernama. Bahkan di bagian dinding yang terbuat dari bilik bambu (Gedek) itu nampak sudah bolong karena menua.
Menyaksikan dari jalan aspal mulus itu gubuk yang ternyata sebuah Mushola Tanpa Nama, sudah mulai tertutupi tumbuhan liar. Nyaris menutupi seluruh bangunan yang sungguh tidak membuat orang yang lewat untuk menoleh. Selain bilik yang menjadi dinding reot, sebuah spanduk besar digital printing kusam dan robek ikut menggantung untuk menutupi sebagian dari bilik itu.
Mushola Tanpa Nama itu memang berada diketinggian. Setidaknya bila dibandingkan dengan jalan didepannya. Posisi itu sangat dimungkinkan, karena kontur tanah di Bukit Cangkuang itu memang berundak-undak. Maka tak heran, bila lantai Mushola Tanpa Nama itu harus ditopang oleh tonggak cor yang cukup kuat.
Menguliti Mushola Tanpa Nama, tatapan langsung tertuju pada bilah papan penopang lantai yang sudah rapuh dan koyak. Pada lantai bagian dalam, tampak bambu-bambu rapuh menjulur menunjukkan dirinya yang sudah tua.
Struktur Mushola Tanpa Nama itu ternyata mempunyai beberapa bagian. Dari luar terlihat ada teras yang bisa dijadikan dipan untuk duduk-duduk. Kemudian bagian dalam yang menjadi bagian inti, yaitu untuk Sholat dan mungkin sekaligus untuk memanjatkan berjuta doa kepada Sang Khalik.
Masuk ke dalam Mushola Tanpa Nama, bilik bambu yang dari luar tampak putih kusam, ternyata di dalam disuguhkan warna asli bambunya. Tidak bercat putih atau yang lain seperti bagian luar.
Ada beberapa sajadah terhampar pada karpet tipis warna hijau. Beberapa mekena warna warni menggantung begitu saja. Tak ada dipan atau rak sekedar untuk menempatkan sajadah atau mekena.
Dua kaligrafi Allah dan Muhammad serta sebuah jam dinding menjadi penghias ala kadarnya.
Untuk menjaga dinding yang terbuat dari bilik bambu agar tak terbang jika angin kencang menerjang, batang-batang kayu dan balok tanpa dihaluskan menjadi penopangnya. Cat warna hijau yang mulai mengelupas dan keropos menjadi sedikit pencerah mata. Ada satu bohlam berkekuatan 15 watt menempel pada tiang kuda-kuda bangunan.
Mendongak ke atas, tatapan mata akan langsung disuguhkan pada genting-genting tua dengan penopang dari bambu yang sebagian besar sudah keropos.
Pada bagian lain, atau persisnya di sisi Mushola Tanpa Nama, terlihat tumpukan kardus-kardus. Bahkan Mushola Tanpa Nama itu juga memiliki kolong yang berisi barang-barang rongsokan yang ingin diberdayakan kembali.
Sepintas menyaksikan dengan seksama Mushola Tanpa Nama itu dari kejauhan, tidak akan ada yang menyangka, bahwa tempat itu adalah saksi bisu tunainya kewajiban umat Islam dalam menjalankan perintah agama, Sholat. Bahkan, tidak ada satupun manusia yang tahu, dari tempat itu ada jutaan doa dikirim ke langit. Dan tidak ada yang pernah tahu, dari jutaan doa itu ada banyak doa yang diijabah Sang Khalik.
Lalu, haruskah Mushola Tanpa Nama itu terus seperti itu?
Panitya Exispal24KJ Pulang Kampung ke Cangkuang telah melakukan survei ke Mushola Tanpa Nama yang sudah didirikan sejak tahun 2015. Sejak didirikan, agaknya belum ada sentuhan yang berarti.
“Makanya saya sangat berharap, kalau adik-adik dari Alumni Exispal24KJ bisa membantu merenovasi Mushola itu,” ujar Mang Ujum.
Kami sesaat hanya terdiam sambil terus mendengarkan paparan Mang Ujum yang memang sejak awal membangun Camping Ground di lokasi tersebut.
“Maunya sih, maunya nih ya, Mushola itu dilebarin sedikit saja. Cukup satu meter, karena kalau terlalu lebar juga sudah gak mungkin karena tanahnya di sebelah itu memang curam,” terang Mang Ujum.
Laki-laki separuh baya itu juga sempat memaparkan kisaran biaya yang dikeluarkan untuk merenovasi mushola tersebut. Angkanya kurang lebih sekitar 12 juta rupiah.
Namun pada survei yang ke dua, Ketua Panitya, Hasan Entol Achyar bersama Pimpro renovasi mushola, Budi Lutuk, mulai mendiskusikan secara lebih rinci. Bagian mana saja yang harus direnovasi dan bagian mana saja yang harus dilebarkan. Bahkan mungkin ada beberapa bagian yang harus di perbaiki.
Panjang mushola itu sekitar 5,5 meter dengan lebar sekitar 3 meter. Jika dilebarkan satu meter maka akan menjadi empat meter. Sedangkan panjangnya, akan ditambahkan 1,8 meter karena teras harus digeser ke depan. Sedangkan untuk pondasi pelebaran luas bangunan harus ditambah empat titik dengan cor.
“Ini harus dibuat cor pada tambahan satu meternya karena akan jadi pondasi. Udah gitu, cor-coran pondasi ini nanti juga akan dijadikan penopang cor-coran untuk lantai,” terang Budi.
Bisa dipahami, jika lantai Mushola Tanpa Nama yang sekarang ada, sangat mudah rapuh karena terbuat dari bilah papan yang ditopang bambu seadanya. Maka untuk memperkuat lantai mushola, memang harus dicor. Apakah kemudian akan diberi keramik atau hanya dilapis karpet, itu sangat tergantung anggaran yang terkumpul.
“Kalau bisa juga, saya mintanya sih lantai itu dinaikkan, cukup 30 centi dari posisi sekarang, karena supaya kolong mushola ini juga bisa saya manfaatkan,” tukas Mang Ujum.
Jika hal itu bisa diwujudkan, maka posisi mushola akan lebih tinggi dari yang saat ini.
Begitupun dengan bagian dinding yang memang harus diganti agar terlihat sedikit lebih baik. Penopang genting juga harus diganti walaupun nantinya tidak harus mengganti genting.
“Saya sih pinginnya di dinding itu dikasih jendela, supaya ada udara yang masuk,” jelas Mang Ujum lagi di tengah diskusi kami.
Kami hanya bertatapan. Pikiran kami berkecamuk. Mungkinkah merenovasi mushola itu akan bisa terwujud.
“Ayo, kita yakinkan diri. Ini niat baik. Kita, Exispal24KJ, lagi punya niat ngebagusin tempat orang ibadah. Allah pasti kasih jalan. Ini juga akan jadi ladang ibadah buat kita, buat teman-teman kita, buat siapa saja yang mau menyumbang dalam bentuk apapun. Bisa semen, pasir, genting, jendela, pintu, sajadah, karpet, sarung, sandal, apapun juga. Dengan ijin Allah Haqulyakin semua bisa teratasi,” terang Hasan.
Hasan juga menambahkan, pengumpulan dana renovasi mushola sebaiknya sudah mulai dilakukan sejak sekarang, mengingat pada awal Maret, tahapan renovasi sudah mulai bisa dilakukan. Keinginan panitya bahkan mengajak Alumni Exispal untuk ikut serta dalam proses renovasi tersebut.
“Maunya sih mulai awal Maret pada hari Jumat, Sabtu dan Minggu kita keroyok rame-rame biar cepet selesai. Kita memang akan pakek tukang bangunan profesional, tapi tenaga kita juga bisa membantu mempercepat proses pengerjaannya,” papar Hasan.
Lebih lanjut disampaikan Hasan, saat pelaksanaan acara Exispal24KJ Pulang Kampung ke Cangkuang pada 4-5 April 2020 itu akan dilakukan peresmian Mushola Tanpa Nama tersebut oleh seluruh peserta yang mengikuti acara.
“Harapannya udah pastilah, renovasi sudah selesai, rapi, mushola bisa dimanfaatkan masyarakat yang berwisata ke sini dan tetap bisa menjalankan ibadah sholat dengan nyaman, apalagi akhir April udah puasa dan sebaiknya mushola ini udah punya nama,” jelas Hasan.
Saat tulisan ini diturunkan, rincian biaya untuk merenovasi Mushola Tanpa Nama itu memang belum bisa dihitung secara pasti. Namun bukan berarti pengumpulan dana untuk renovasi tidak bisa dilakukan.
Jadi semua berharap, siapapun yang tergerak untuk beribadah, mau anggota Exispal atau simpatisan, alumni SMA82 atau bukan, bisa memberikan sumbangannya untuk merenovasi mushola tersebut.
Bagi seluruh pembaca artikel ini yang ingin ikut menyisihkan rizkinya, silahkan bisa langsung transfer ke rekening BANK MANDIRI, 1290000361853 a.n. : Rini Budi Sunarti dan mohon konfirmasi ke Rini di 081384575761 dengan catatan untuk renovali mushola. (*)