Ku Genggam Erat Saudaraku

Ku Genggam Erat Saudaraku

KASTANEWS.COM, CIDAHU, Tengah September:  Mereka adalah lebih dari karib. Tidak kurang dari 54 anggota Exispal 24KJ dan 4 orang simpatisan setia Exispal 24 KJ akhirnya bisa bertemu dan berkumpul di gelaran Cidahu Trip yang dilangsungkan 15-16 September 2018 lalu. Dengan swadaya menggunakan kendaraan lebih dari 10 mobil pribadi, mereka bertemu dan berkumpul di Cidahu, Sukabumi, Jawa Barat.

Ada rasa canggung dan rada malu-malu saat pertama mereka bertemu. Maklum saja, ini adalah mungkin bisa jadi perjumpaan pertama kali antar angkatan, sehingga tidak semua saling mengenal secara dekat dan personal.

Namun bawaan ‘orok’ anak gunung, membuat mereka tetap cepat cair seolah tak ada jarak. Tidak ada dinding yang tidak terlihat, kecuali ‘kisah asmara’ yang diam-diam masih menyelimuti sebagian kecil peserta, dinding tidak terlihat itu masih terasa. Bahkan sejujurnya, mayoritas di antara mereka tidak lagi membedakan angkatan. Semua melebur, menyatu, bersatunya rindu untuk bertemu.

Cidahu menjadi tempat pilihan pertemuan, tentu bukan tanpa alasan. Bagi Exispal 24KJ, Cidahu adalah tempat yang mensejarah. Di hampir tiap angkatan, Cidahu, Kawah Ratu, Gunung Salak, Pak Iya, adalah tempat sakral ceremonial Exispal 24KJ melakukan ritual pelantikan. Oleh karena itulah Cidahu menjadi pilihan, karena sejarah dan karena di sana ada makam Pak Iya (Alm.) yang menjadi tujuan setiap kali ke Gunung Salak ataupun Kawah Ratu.

Maka pada kesempatan Cidahu Trip tersebut, sebagian panitya yang lebih dulu berangkat, menyempatkan diri untuk ‘sowan’ ke makam Pak Iya. Menaburkan doa. Memohon pada Sang Khalik agar Almarhum diberi tempat yang layak di sisi Nya.

Seperti yang sudah direncakan di awal acara beberapa bulan sebelumnya, Exispal 24KJ akan mengganti batu nisa Pak Iya. Hal tersebut Alhamdulillah sudah dilaksanakan.

“Alhamdulillah niat itu sudah kami wujudkan. Kami bertemu dengan keluarga Pak Iya, kulonuwun, ijin untuk mengganti Batu Nisan Pak Iya, dan keluarga Pak Iya mengaku senang,” ungkap Budi, yang hadir ke makam bersama enam teman lainnya.

Begitupun dengan Anton Martono, menurutnya, apa yang dilakukan Exispal 24KJ dengan memberi nisan di pusara Pak Iya adalah sesuatu yang sangat baik.

“Jujur aku bangga sama Exispal 24KJ. Aku senang menjadi bagian dari Exispal 24KJ. Di Exispal 24KJkita tidak melupakan mereka yang sudah berjasa besar untuk existensi Exispal. Mudah-mudahan ini menjadi spirit semua anggota Exispal 24 KJ agar tidak saling melupakan satu sama lain, apalagi meniadakan, itu gak boleh. Exispal harus satu, harus kompak,” tegas Anton Martono yang kini tampak lebih religius.

Dingin langsung terasa ketika kami sampai di lokasi. Suguhan kopi dan teh langsung terhidang. Cemilan yang dibawa sejak dari Jakarta menjadi teman berbincang ringan sambil cela-celaan. Maklum saja, udah lama gak bertemu, jadi gak bisa saling mencela. Tapi semuanya masih dalam bantas yang wajar.

“Ya, namanya juga anak-anak gunung, ya gitulah. Nyela sih nyela, tapi biasanya karena saling ingat saat mereka melakukan pendakian dulu. Jadi bukan nyela yang gimana, nyela masa lalu lah,” ungkap Aki Tris sambil membetulkan kaca matanya yang tampak sudah harus diganti.

Selepas istirahat sejenak dan menunaikan Sholat, kamipun berkumpul di saung yang telah disiapkan. Kami berkumpul untuk memulai acara.

“Perkenalan satu per satu anggota Exispal 24KJ adalah cara kita saling mengenal lebih dekat. Sebenernya kan sebagian juga udah kenal, tapi kan gak semua kenal karena angkatannya beda jauh. Nah, memperkenal diri itu supaya lebih dekat lagi, kerjanya di mana, rumahnya di mana, supaya bisa saling beranjangsana,” ungkap Sita, si pemandu acara.

Perkenalan pun dilakukan. Terbukti apa yang disampaikan Sita. Wujud 30 tahun lalu dengan saat itu sudah berbeda jauh. Jika dulu masih langsing-langsing sekarang mayoritas sudah tak lagi langsing.

Bahkan dengan perkenalan satu per satu tersebut, kita jadi tahu misalnya Didiek HP yang sejak dulu ‘jago’ matematika sekarang berprofesi sebagai guru matematika. Begitu juga yang lain, yang sudah bekerja di BUMN, jadi pengusaha, jadi ustadz, dan sebagainya.

Pendek kata, perkenalan menjadi momentum penting untuk kami saling mengetahui satu sama lain. Tak lagi ada jarak. Tak lagi ada dinding yang tak terlihat.

Selepas perkenalan, kami mulai acara berikutnya dengan games menarik yang benar-benar menyatukan. Kami berbaur menjadi satu selayak menyatunya kopi, gula dan air panas yang nikmat disruput di pagi hari yang dingin dengan ditemani pisang goreng dan berbincang tentang gadis-gadis 80an yang kini mulai menua.(karib).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *