KASTANEWS.ID, DEPOK: DUGAAN ujaran kebencian yang dilontarkan Edy Mulyadi tidak terkait dengan posisinya sebagai wartawan. Sebab seorang wartawan itu diikat dengan kode etik jurnalistik dan bisa menjaga marwah. Kendati mengaku sebagai wartawan, tidak serta merta semua tindakan dan ucapan terkait dengan aktivitas jurnalistik.
“Ada aturan dan etikanya menggeluti profesi jurnalistik. Seorang wartawan yang baik dan benar itu mampu menjaga kaidah dalam berbahasa, dia juga harus mencerdaskan. Tidak boleh ucapan dan perilaku wartawan mengandung unsur SARA, pornografi, provokatif, adu domba, dan ujaran kebencian. Jadi, saya pikir Pak Edy ini kurang tepat disebut sebagai wartawan kalau melihat sikapnya seperti itu,” ujar Ketua PWI Depok Rusdy Nurdiansyah dalam siaran persnya di Depok, Jawa Barat, Minggu (30/1).
Rusdy bahkan mempertanyakan pengakuan Edy yang menabalkan diri sebagai wartawan senior. Terlebih kuasa hukum Edy Mulyadi menginginkan kasus hukum dugaan ujaran kebencian yang dialami kliennya dapat diselesaikan dengan Undang-Undang Pers (UU Pers). Alasannya karena Edy mengaku sebagai wartawan senior yang mengeluarkan pernyataan Kalimantan ‘tempat jin buang anak’ dalam sebuah video viral, menghina dan menyinggung masyarakat Kalimantan. Edy juga mengeluarkan pernyataan tak pantas dan rasis, menghina pejabat negara Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto.
“Seorang wartawan senior itu bukan cuma dinilai dari lamanya dia berkarir di dunia jurnalistik. Dia juga harus mampu menjaga sikap dan perilaku, termasuk menghasilkan karya jurnalistik yang mencerdaskan bangsa,” tambah Rusdy, peraih Press Card Number One PWI ini.
Perkembangan terbaru, setelah delapan jam diperiksa, Edy Mulyadi ditetapkan menjadi tersangka kasus ujaran kebencian oleh penyidik Bareskrim Polri, dan langsung ditahan.
“Setelah dilakukan gelar perkara, penyidik telah menaikkan status dari saksi menjadi tersangka,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Ahmad Ramadhan, di Jakarta, Senin (31/1) malam.(dul/red)