Tagar “UrusanGue Asikin Indonesia” Jika Dicermati Menjawab Tanda Tanya dari Netizen

Tagar “UrusanGue Asikin Indonesia” Jika Dicermati Menjawab Tanda Tanya dari Netizen

Jakarta (Kastanews.com)- Tagar “UrusanGue Asikin Indonesia” saat ini sedang ramai dibicarakan di media sosial terutama di jagat Twitter. Bahkan menjadi trending di Twitter karena terus menjadi pembahasan warganet.

Sontak hal tersebut membuat banyak netizen bertanya-tanya dan penasaran dengan hal yang sebenarnya terjadi. Semula, sejumlah warganet pun bertanya dan jika jawabannya benar akankah mendapat hadiah tertentu. Warganet lain bahkan berkelakar bahwa soal itu merupakan kisi-kisi jawaban ujian dan sejumlah spekulasi lainnya.

Meski demikian, nampaknya warganet tidak perlu lama harus bersabar dan menebak-nebak, siapa atau yang mendorong kemunculan “UrusanGue Asikin Indonesia”. Pasalnya, mudah ditemukan petunjuk dan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Dijelaskan Fauzan Kemal Akbar, Pendiri Genzhop, kemunculan tagar tersebut berkonsep unik dan tidak hanya berkomunikasi seperti pada umumnya. Media sosial, salah satunya Twitter, disebutkannya, menjadi sarana komunikasi efektif untuk berinteraksi dengan publik melalui cara-cara yang unik dan tidak tertebak.

“Awalnya saya memang murni punya ide untuk berkreasi, cetak baju atau kaos dengan desain yang mencerminkan kegiatan atau kesenangan generasi milenial dan gen z. Kemudian ketika mencari-cari momentum dan berkreasi, tercetuslah kalimat Urusan Gue ini,” katanya ketika dihubungin para wartawan, Rabu (8/3/2023).

“Profil Pak Prabowo (Menteri Pertahanan/Ketua Umum Partai Gerindra) sangat layak jadi panutan atau didukung karena sudah terbukti kerjanya, berintegritas, kaya pengalaman, tegas, berani dan menginspirasi generasi muda. Oleh sebab itu, Urusan Negara, kita percaya biar diurusi pak Prabowo dan kita fokus saja dengan keseruan sendiri, berkreasi, berprestasi, menjalankan hobi, karir dan lainnya,” tambahnya.

Menurutnya lagi, ada perubahan perilaku komunikasi generasi milenial dan generasi Z di era digital dari pada masa sebelumnya. Pada penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, suara dari generasi milenial dan gen z sangatlah menentukan. Berdasarkan data Litbang Kompas, jumlah pemilih generasi z dan milenial mencapai sekitar 53,8 persen dari total pemilih. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kepercayaan dari gen z dan milenial, politikus perlu membangun kedekatan emosional dengan kelompok pemilih tersebut. Dirinya  melihat gen z dan milenial tidak akan mempan dengan janji-janji politik kuno atau “serangan fajar”.

“Kita bosen dengan deklarasi relawan atau tim sukses, narasi dan janji-janji surgawi, apalagi yang menimbulkan perpecahan. Sebab itu, tulisan di kaos ini menjadi ungkapan pribadi pemakainya, tentang profil Pak Prabowo yang sudah kita kenal memiliki banyak kelebihan dan bisa dipertanggungjawabkan, terbukti dan dipercaya,”  paparnya.

Sementara itu, pengamat politik dan sosial Apep Agustiawan mengapreasi langkah Fauzan. Menurutnya, komunikasi dengan kaos dilakukan dengan cara yang cerdas dan cenderung inovatif.

Dalam penilaiannya, generasi milenial dan gen-z, memiliki kelebihan intensifikasi terhadap akses informasi berkat penguasaan teknologi (media sosial). Sehingga  mereka dapat mengakses beragam isu secara luas dan cepat. Dilanjutkan Apep, dengan realitas tersebut sudah seharusnya partai politik harus berubah dengan narasi yang baru dan approach yang baru, demi merangkul gen z dan berbasis technologic driven.

Maka partai politik harus mampu beradaptasi dan inovatif dengan alam berfikir gen z terkini, supaya menjadi daya tarik. Media sosial, dikatakannya lagi, juga menjadi opsi sarana untuk dimaksimalkan dalam menyampaikan pesan-pesan politik yang efektif. Dengan pemetaan target dan konten yang sesuai, apa yang disampikan bisa dicapai dengan baik.

“Dua manfaat sekaligus tercapai, penyebaran kaosnya dan politiknya. Pesan politik memang harus disampaikan dengan cara yang luwes, sesuai kebutuhan dan kedekatan yang pas. Bisa dikatakan betul-betul out off the box dalam menembus generasi milenial dan gen z yang dikenal tidak peduli politik,” tuturnya.

“Metode kampanye tidak bisa lagi konvensional dan harus adaptif sehingga membuat narasi politik cenderung kaku dan tidak menarik bagi sebagian kalangan. Komunikasi itu kuncinya pesan dapat disampaikan dengan media yang tepat dan tersampaikan sesuai target. Perilaku gen z itukan konsumtif. Penggunaan narasi yang yang ringan, santai dan fun menjadi salah satu cara pendekatan yang lebih mudah untuk dicerna sehingga topik politik menjadi bahasan yang menarik untuk dibincangkan,” pungkasnya.(rah)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *