Oleh: Andi Rante; Ketua Bidang Pariwisata dan Kebudayann PB HMI 2021-2023
SETIAP tahun, menjelang Hari Raya Idul Fitri di Indonesia memiliki tradisi unik, yaitu mudik. Meski sesungguhnya, mudik juga terjadi di beberapa negara lain seperti China, India, Malaysia, Turki maupun Arab Saudi. Namun mudik di Indonesia mempunyaI begitu banyak dimensi. Selain memiliki suku bangsa yang begitu beragam, faktor demografi juga membuat Indonesia memiliki kekhasan mudik tersendiri.
Pada awalnya, tradisi mudik memang lebih dilakukan oleh kaum muslim yang ingin sungkem dengan orang tuanya maupun sanak saudara di kampung. Namun kini, mudik bukan lagi monopoli kaum muslim. Libur panjang ataupun libur nasional memang yang punya tentang waktu lumayan panjang adalah libur Hari Raya Idul Fitri, sehingga kesempatan ini juga banyak dimanfaatkan mereka yang non muslim.
Tahun ini, mudik di Indonesia akan menjadi catatan tersendiri setelah tiga tahun lamanya tidak bisa mudik karena terhadang Covid-19. Melalui Kementerian Perhubungan, Pemerintah memperkirakan 123,8 juta orang akan mudik tahun ini. Angka tersebut meningkat 1,5 kali lipat dibanding 2022, yang sebanyak 85 juta orang lebih.
Bahkan, perputaran uang selama mudik tahun ini diperkirakan mencapai Rp 92,3 triliun. Jumlah yang tidak main-main. Setidaknya uang tersebut akan menyentuh kantong rakyat kecil. Mulai dari pelaku UMKM, pedagang kecil yang dilintasi arus mudik, sopir-sopir bis, petugas kebersihan, tempat-tempat wisata daerah, hingga ke tukang-tukang parkir yang akan muncul dengan sendirinya di tempat-tempat kendaraan berkumpul.
Jika perputaran uang tersebut bisa relatif merata ke penjuru tanah air, bukan hal yang tidak mungkin mampu mendongkrak ketahanan ekonomi masyarakat bawah. Bukankah mereka yang mudik memang mayoritas dari kalangan menengah ke bawah. Maka tentunya, masyarakat pedesaan dan pelosok negeri yang sempat tercekik ekonomi akibat Covid-19, akan memperoleh harapan. Dan harapan yang lebih besar lagi adalah, ketahanan ekonomi masyarakat desa akan menyokong kekuatan ekonomi nasional.
Boleh jadi, perputaran arus uang saat mudik mampu menyokong kekuatan ekonomi nasional terlalu muluk. Namun tidak bisa disangkal, uang yang awalnya banyak berputar di pusat-pusat kota, kini akan bergeser ke desa-desa. Meski tidak dalam jangka waktu yang lama, namun setidaknya masyarakat kecil boleh sedikit merasakan kegembiraan.
Membagikan sedikit hasil jerih payah di kota dengan saudara, kemenakan, orang tua, tetangga akan menjadi bagian yang sangat dinantikan. Itulah Indonesia yang sesungguhnya. Saling menolong, saling membantu, saling berbagi.
Tak perlu berpusing kepala dan merasakan sakit pinggang terlalu lama karena jauhnya perjalanan atau lamanya waktu tempuh yang harus dilalui untuk mudik. Nikmati saja perjalanan selama mudik, indahnya melepas rindu dengan orang tua, saudara, teman sekolah yang masih tinggal di kampung, hingga bila perlu nyekar ke makam kerabat yang sudah tiada. Nikmati saja mudik dengan segenap kerianggembiraan.(*)