JAKARTA (Kastanews.com) – Polda Metro Jaya mengungkap modus peredaran obat tanpa izin edar dan suplemen palsu yang dijual melalui online shop dengan omzet mencapai Rp130,4 miliar selama dua tahun. Puluhan ribu butir obat tanpa izin disita dari tangan lima pelaku.
Dirkrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Auliansyah Lubis mengatakan, kelima pelaku yang ditangkap yakni, lima orang tersangka yakni IB (31), I (32), FS (28), FZ (19), dan S (62). Pengungkapan kasus ini berdasarkan empat laporan yang masuk ke kepolisian.
Setelah dilakukan penyelidikan ada dua akun online shop yang memperdagangkan produk atau obat suplemen untuk pencernaan anak dengan merek Interlac secara yakni, akun Geraikita99 dan Dominoshop96.
“Kelimanya ditangkap tanpa perlawanan. Mereka ini menjual obat-obatan daftar ‘G’ (obat keras) yang diduga tidak memiliki izin edar secara satuan dan tanpa resep dokter,” kata Auliansyah kepada wartawan Rabu (31/5/2023).
Dia menuturkan, para tersangka juga memperdagangkan obat untuk sakit asma merek Ventolin Inhaler diduga tanpa izin edar. Dari penangkapan para tersangka petugas menyita barang bukti sebanyak 366 botol obat cair merek Interlac dan Ventolin Inhaler, 74.515 butir obat berbagai merek, dan 2.180 obat salep merek Baycuten N dan Dermovate.
“Mereka ini telah menjalankan bisnis haram ini sejak Maret 2021-Mei 2023 dengan omzet Rp130,4 miliar,” ujarnya.
Akibat perbuatannya kelima tersangka dijerat dengan pasal berlapis yakni, Pasal 60 angka 10 juncto angka 4 terkait Pasal 197 juncto Pasal 106 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta kerja atas Perubahan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman maksimal 15 tahun penjara.
Lalu juga pengenaan Pasal 62 ayat 1 juncto Pasal 8 ayat 1 huruf a dan atau ayat 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara. Serta penerapan Pasal 102 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis ancaman maksimal 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp2 miliar.(rah)