MANAMA (Kastanews.com): Anggota DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Ratih Megasari Singkarru menghadiri pertemuan organisasi parlemen se-dunia, 146th Assembly of the IPU (Inter-Parliamentary Union) and Related Meetings di Manama, Bahrain, Sabtu-Rabu (11-15/3).
Ratih terpilih menjadi representatif perempuan mewakili Asia Pacific Group untuk duduk di Komisi Perdamaian dan Keamanan Internasional (Committee on Peace and International Security).
“Posisi ini memiliki signifikansi yang tinggi mengingat sebagai perempuan saya dapat turut serta memberikan perspektif yang lebih gender balanced terhadap isu perdamaian dan keamanan internasional yang dibahas di IPU,” ujar Ratih dalam keterangannya, Senin (13/3.
Dalam perhelatan itu, Wakil Perdana Menteri Bahrain, Shaikh Khalid bin Abdullah Al Khalifa dalam pidatonya meminta delegasi parlemen yang berpartisipasi untuk mencapai konsensus meningkatkan toleransi, hidup berdampingan secara damai, serta memperdalam kemitraan internasional untuk mencapai perdamaian dan keamanan.
“Disinilah saya merasa peran penting anggota parlemen dalam merancang dan menerapkan kebijakan yang memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang, termasuk perempuan, pemuda, dan komunitas yang secara historis terpinggirkan, di tengah situasi global yang penuh dengan tantangan ini,” tandas Ratih.
Legislator NasDem dari Dapil Sulawesi Barat itu mengatakan bahwa perempuan terkena dampak yang tidak proporsional selama bencana atau konflik. Perempuan dibebani kerja dengan bayaran yang tidak sepadan atau bahkan tak berbayar yang sangat berdampak pada kesejahteraan mereka. Belum lagi dampak perubahan iklim yang dialami perempuan sehari-hari.
Ratih mencontohkan, di Indonesia 65% penduduk tinggal di wilayah pesisir dan menggantungkan mata pencahariannya pada sektor perikanan. Di antara 65% itu, 40% adalah perempuan yang hidup dalam kemiskinan. Mereka yang paling terpukul ketika iklim laut berubah.
Oleh karena itu, imbuh anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Partai NasDem tersebut, penting bagi anggota parlemen untuk mengadvokasi mekanisme pembiayaan yang lebih gender responsive. Di Indonesia sendiri memiliki strategi nasional pengarusutamaan gender sebagai bagian dari dokumen perencanaan nasional jangka menengah (RPJMN).
“Ini telah diadopsi ke dalam mekanisme penganggaran negara melalui inisiatif penandaan ganda pada perubahan iklim dan penganggaran yang gender responsive guna memastikan integrasi perspektif gender ke dalam program mitigasi dan kegiatan adaptasi perubahan iklim,” jelas Ratih.
Menurut Ratih, diperlukan pengawasan yang ketat pada penganggaran keuangan negara. Penganggaran keuangan negara melalui kementerian/lembaga yang diperuntukkan bagi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim harus dipastikan mengalir ke jalur yang tepat. Dana itu harus memberdayakan perempuan di garis depan pertahanan perubahan iklim.
Ratih berharap, sidang IPU ke-146 dapat mendengar lebih banyak pengarusutamaan kesetaraan gender, terutama dalam urusan pengelolaan keuangan di tengah perubahan iklim yang tengah terjadi.
“Tentunya dengan berbagai perspektif, gagasan, serta rancangan resolusi dalam menghadapi berbagai tantangan global mengakhiri perang dan krisis, mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) melalui solusi yang adil, mempromosikan kerja sama ekonomi, dan memfasilitasi kerja sama perdagangan serta investasi dalam proyek energi terbarukan,” pungkasnya.(RO/dis/*)