Penerima PBI Harus Ada Kriteria Baku

Penerima PBI Harus Ada Kriteria Baku

KASTANEWS.ID, JAKARTA:  Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah peserta Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU Nomer 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, yang iurannya dibayar Pemerintah. Peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh Pemerintah. Oleh karenannya, harus dibuat kriteria baku bagi peserta PBI  Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Hal tersebut disampaikan anggota Komisi IX DPR Fadholi saat Rapat Kerja (Raker) Komisi IX DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Jajaran Pimpinan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/11).

“Sehingga kalau memang masih ada orang-orang yang tidak memenuhi kriteria itu nanti bisa dikoreksi, dan kalau orang yang memenuhi kriteria tapi belum masuk, bisa mendaftarkan diri,” terang Fadholi.

Legislator NasDem ini menjelaskan bahwa kriteria baku bagi peserta PBI sangat diperlukan, sehingga masyarakat bisa mengetahui siapa saja yang berhak masuk daftar PBI.

“Ini jadi bagian yang sangat penting, kalau data harus divalidkan dan lain sebagainya itu betul. Tapi sekarang ini yang diperlukan adalah harus ada kriteria yang jelas siapa yang dapat PBI atau tidak. Dari sisi pekerjaan, dari sisi ekonomi, kelayakan hidup, rumahnya bagaimana, ini kan perlu dikriteriakan secara jelas,” tandasnya.

Ia menerangkan nantinya jika sudah ada kriteria baku penerima PBI, akan mudah bagi masyarakat yang memenuhi kriteria untuk mendaftarkan dirinya.

“Kalau bisa pendaftarannya juga satu pintu, memangkas birokrasi, sehingga tidak mengalami misalnya dipersulit dan sebagainya,” terangnya.

Lebih lanjut, legislator dari dapil Jawa Tengah I (Kabupaten Semarang, Kendal, Kota Salatiga, dan Kota Semarang) ini juga menyoroti masalah kepala daerah yang lebih memilih Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dibanding program jaminan sosial kesehatan dari pemerintah pusat, seperti PBI.

“Ada beberapa kepala daerah yang tidak mau membayar iuran PBI, dan kemudian lebih memilih Jamkesda. Kalau nanti kepala daerah lain menyusul mengambil sikap yang sama, lalu apa sikap pemerintah pusat?” ujarnya.

Fadholi berpendapat, jika banyak kepala daerah justru lebih memilih Jamkesda dibanding PBI, maka program PBI harus ditinjau ulang.

“Pak Menkes bisa jawab karena kaitannya dengan masalah anggaran, bagaimana sikap kita? Jangan sampai kemudian nanti kepala daerah memilih Jamkesda, karena mereka beranggapan lebih mudah mengontrol kondisi yang ada di daerah masing-masing,” pungkasnya.(rls/nd)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *