JAKARTA (Kastanews.com)- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan sejumlah proyeksi pertumbuhan pada sektor jasa keuangan di tahun 2023. Di mana, kredit perbankan diproyeksi akan tumbuh sebesar 10-12% yang didukung oleh pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 7-9%.
Selanjutnya nilai emisi di pasar modal ditargetkan dapat mencapai Rp200 triliun hingga akhir tahun 2023. Kemudian di sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB), piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan diproyeksikan tumbuh 13% hingga 15%. “Apalagi ditambah dengan meningkatnya mobilitas masyarakat jika pandemi menjadi endemi,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar dalam acara ‘Indonesia Financial System Stability Summit 2023’, Kamis (23/2/2023).
Mantan Wakil Menteri Luar Negeri itu mengutarakan, optimistis perekonomian Indonesia tahun 2023 tetap tumbuh sehat, meski di tengah kondisi ketidakpastian global saat ini. Oleh karena itu, OJK bersinergi dengan pemangku kepentingan lainnya seperti Kementerian Keuangan, Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menjaga ketahanan stabilitas sektor dan sistem keuangan dalam negeri.
“Sekalipun kondisi internasional masih penuh tantangan, namun momentum di dalam negeri tumbuh dengan baik. Dilengkapi dengan kemampuan untuk mencermati, mengantisipasi dan memitigasi risiko internasional,” bebernya.
Sementara itu untuk aset asuransi jiwa dan asuransi umum diprediksi tumbuh sebesar 5% hingga 7%. Aset dana pensiun juga diproyeksikan tumbuh dengan angka yang sama, yakni sebesar 5-7%. Meski demikian, di tengah capaian dan prakiraan yang ditetapkan, Mahendra menyebut bahwa ruang pertumbuhan sektor jasa keuangan masih sangat besar.
Ia pun memaparkan potensi pertumbuhan sektor jasa keuangan yang harus dicapai ke depannya antara lain, rasio kontribusi sektor keuangan terhadap produk domestik bruto (PDB) yang masih rendah. Kemudian, kontribusi kapitalisasi pasar saham, outstanding obligasi dan sukuk korporasi, penetrasi asuransi dan persentase aset dana pensiun terhadap PDB, masih rendahnya jumlah investor, serta tingkat literasi dan inklusi keuangan yang masih harus ditingkatkan.
“Optimalisasi potensi sektor keuangan ini menjadi salah satu jawaban, agar kita dapat menghindari risiko terjadinya middle income trap country yang menghambat pertumbuhan negara berkembang menuju negara maju,” pungkas Mahendra.(rah)