Oleh: Eko Wiji Purwanto; Pemerhati Air Minum dan Sanitasi
Tulisan ini terinspirasi kalimat yang sering dikatakan seorang senior beberapa tahun lalu, “connecting the dots…â€. Awalnya dipahami sebagai pengingat tentang implementasi visi dan misi dari pembangunan air minum dan sanitasi (AMPL)[2]. Ternyata kalimat ini didapat dari statemen Steve Jobs pada tahun 2005 saat melakukan pidato kelulusan mahasiswa di Stanford University[3].
Kalimat menghubungkan titik-titik pada video pidato tersebut mengingatkan makna sebuah peristiwa yang kadang tidak dipahami pada saat terjadinya, namun ternyata sarat makna di waktu yang akan datang. Proses yang berjalan seringkali penuh dengan kejutan, yang kerap justru menyenangkan pada akhirnya.
Pada kisah perjalanan pembangunan AMPL; kebutuhan pendanaan pembangunan sektor yang semakin masif dan anggaran pemerintah yang selalu terbatas, menimbulkan kegelisahan pelaku sektor AMPL. Waktu kemudian membuktikan. Munculnya gagasan pelibatan parapihak di luar pemerintah membuka beragam gagasan kreatif pembangunan air minum dan sanitasi. Keterbatasan memicu munculnya inovasi pemikiran, mencari solusi alternatif permasalahan.
Tonggak-tonggak pembangunan air minum dan sanitasi sudah ditancapkan para pendahulu, penggiat sektor AMPL. Program dan kegiatan yang berdampak signifikan dalam pembangunan sektor menjadi tonggak saksi sejarah. Jika kita luangkan waktu untuk googling di dunia maya, ada beberapa milestone program dan kegiatan tersebut.[4]
Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) adalah salah satunya. PPSP merupakan program nasional pembangunan sanitasi di Indonesia yang digagas oleh Tim Teknis Pembangunan Sanitasi (TTPS) dengan mempromosikan Strategi Sanitasi Kota/Kabupaten (SSK). SSK merupakan dokumen cetak biru berisi pembangunan sanitasi sebuah kota/kabupaten yang komprehensif. Program ini diresmikan tahun 2009 oleh Wakil Presiden Budiono pada Konferensi Sanitasi Nasional (KSN) II.
PPSP fokus pada 3 sasaran; menghentikan perilaku buang air besar sembarangan (BABS), pengurangan timbunan sampah dari sumbernya dan penanganan sampah yang ramah lingkungan, serta pengurangan genangan di kabupaten/kota. Selepas sepuluh tahun operasionalisasi PPSP banyak hal yang telah diupayakan. Pencapaian yang cukup signifikan adalah adanya peningkatan kepedulian para pimpinan daerah serta terbitnya dokumen SSK di kabupaten/ kota.
PPSP menjadi titik penting dalam pembangunan air minum dan sanitasi. Meski hanya mengusung label sanitasi, sesungguhnya program ini menjadi pengungkit pembangunan air minum di daerah. Fakta mengindikasikan: daerah dengan sanitasi rawan biasanya punya masalah dengan ketersediaan air bersihnya. Membangun sanitasi mendorong pembangunan air bersih untuk air minum. Sebaliknya membangun sarana prasarana air bersih tidak dapat mengabaikan pembangunan dan pengelolaan sanitasi. Prinsip simpan air, hemat air, dan jaga air mewujud dalam sektor AMPL[5].
Menyambungkan titik-titik, memahami gambar secara lebih utuh menjadi tantangan terbesar dalam pembangunan sektor AMPL. Berita-berita terkait sektor ini, biasanya baru mengemuka saat terjadi bencana banjir dan musibah lingkungan lainnya.
Saat ini kewenangan pembangunan air minum dan sanitasi memang sudah merupakan domain kabupaten/kota. Namun peran pemerintah pusat masih sangat signifikan. Faktanya, hingga beberapa tahun yang lalu, rerata besaran APBD di daerah yang dianggarkan untuk pembangunan air minum dan sanitasi masih berkisar 2% dari APBD.
Alhamdulillah, saat ini mulai ada daerah-daerah yang mulai meningkatkan investasinya untuk pembangunan air minum dan sanitasi, salah satunya berkat advokasi intensif dari AKKOPSI (Asosiasi Kabupaten/ Kota Peduli Sanitas) yang beranggotakan 492 kabupaten/kota di Indonesia. Sementara dokumen SSK yang sudah terbit dan menjadi panduan pembangunan sanitasi telah tersedia di 487 kabupaten/ kota. Kedua hal ini, AKKOPSI dan SSK adalah dua titik tebal pencapaian penting dari Program PPSP.
PPSP di inisiasi TTPS yang merupakan bagian Kelompok Kerja (Pokja) AMPL. Pembentukan Pokja AMPL yang beranggotakan lintas kementerian dilengkapi dengan terbentuknya Jejaring AMPL, perkumpulan yang beranggotakan individu/ lembaga penggiat pembangunan air minum dan sanitasi. Jejaring adalah satu titik penting lainnya dari perjalanan pembangunan air minum dan sanitasi di Indonesia. Ada banyak titik-titik lainnya.
Dalam perspektif peristiwa, ada banyak kejadian terkait air minum dan sanitasi hingga tahun 2020. Pada sisi pelaku; Â kementerian dan lembaga pemangku kepentingan di pusat, pemerintah daerah (34 propinsi dan 514 kabupaten/ kota)[6], mitra pembangunan[7], swasta, dan masyarakat adalah titik-titik lainnya.
Di tengah kebutuhan mewujudkan cita-cita kemerdekaan: memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, titik-titik tersebut adalah aset, modal potensial yang sangat berharga. Bagaimana menghubungkan titik-titik tersebut supaya dapat menjadi sebuah garis tebal menuju pencapaian cita-cita kemerdekaan sekaligus berkontribusi dalam pencapaian pembangunan yang berkelanjutan?
Titik- titik yang ada, dalam artian urutan peristiwa maupun pelaku dan pemangku kepentingan adalah potensi yang seyogyanya dapat dikapitalisasikan untuk mendukung terwujudnya cita-cita kemerdekaan sekaligus berkontribusi dalam agenda pembangunan internasional[8]. Jika tekanan pendanaan membuka gagasan inovatif untuk melibatkan pemangku kepentingan di luar pakemnya secara lebih intens, maka kondisi pembangunan AMPL yang ada saat ini memerlukan terobosan gagasan berikutnya.
Dalam perspektif implementasi open source[9] saja tidak akan cukup untuk menangani tantangan pengelolaan air bersih dan sanitasi ke depannya. Crowd source[10] adalah keniscayaan berikutnya. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya adanya penggalangan dana melalui fin-tech untuk pencapaian tujuan tertentu termasuk pembangunan air minum dan sanitasi.
Ada banyak peluang dan tantangan berikutnya dalam pembangunan air minum dan sanitasi. Menghubungkan titik-titik tersebut supaya dapat menjadi sebuah garis tebal menuju pencapaian cita-cita kemerdekaan membutuhkan tidak saja tekat dan komitmen, namun aksi nyata: merubah pola pikir dan menunjukkannya dalam perilaku. Mulai dari mana? Tentu dari diri kita dulu. Mengajak lingkungan sekitar kita. Mulai dari titik yang terdekat. Advokasi ke luar dari sektor, kepada individu kunci. Para penggiat AMPL perlu merambah wilayah baru, keluar dari zona nyaman:Â mempromosikan, mengadvokasikan, dan mengimplementasikan gagasan dan inovasi baru pembangunan air minum dan sanitasi. Tidak akan mudah, perlu didetailkan hingga dapat dieksekusi dengan praktis.
- Isi tulisan menjadi tanggungjawab penulis untuk ikut serta pada #NTUWritingContest2019.
[1] Connecting the Dots, tulisan bebas ekowiji.purwanto@gmail.com. Pemerhati air minum dan sanitasi. Ditulis untuk menyemarakan NTU Writing Contest 2020.
[2] Air minum dan sanitasi; air minum dan penyehatan lingkungan (AMPL).
[3] https://www.youtube.com/watch?v=UF8uR6Z6KLc
[4] http://www.ampl.or.id/about/pokja-ampl-nasional/34
[5] Prinsip ini diperkenalkan dalam RPJMN 2015-2019.
[6] https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/08/150000469/jumlah-kabupaten-dan-provinsi-di-indonesia?page=all
[7] Donor dan lembaga non pemerintah.
[8] Sustainable Development Goals (SDGs 2030).
[9] Membuka sektor ini kepada pelaku non pemerintah.
[10] Sumber pembangunan yang berasal dari beragam pemangku kepentingan, yang bersifat keroyokan bahkan dalam bentuk kontribusi finansial yang sesuai dengan kapasitas pemangku kepentingan.