Media Asing Soroti Anies dan Ganjar terkait Penyelidikan Penyelenggaraan Pemilu

Media Asing Soroti Anies dan Ganjar terkait Penyelidikan Penyelenggaraan Pemilu

Jakarta (Kastanews.com)– Media asing masih terus memantau pemilu presiden (pilpres) RI. Kini, sejumlah media menyoroti calon presiden (capres) nomor urut 1 Anies Baswedan dan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo.

Keduanya dilaporkan menyerukan penyelidikan atas penyelenggaraan pemilu beberapa waktu lalu. Sebagaimana diketahui, sejauh ini capres nomor urut 2 Prabowo Subianto unggul dari keduanya baik dalam hasil perhitungan cepat (quick count) lembaga survei ataupun perhitungan nyata (real count) KPU.

Reuters misalnya. Media tersebut melaporkan hal ini melalui artikel berjudul ‘Defeated Indonesian election candidates call for parliamentary probe’.

“Dua kandidat yang gagal dalam pemilihan presiden Indonesia pekan lalu telah mendesak parlemen untuk menyelidiki keluhan-keluhan mengenai ketidakberesan menjelang pemilu tersebut,” demikian laporan media tersebut, dikutip Kamis (22/2/2024).

“Seruan tersebut muncul meskipun ada komentar dari pengamat independen bahwa tidak ada tanda-tanda kecurangan sistematis dalam pemilu satu hari terbesar di dunia ini, selain dari masalah-masalah seperti daftar pemilih yang sudah ketinggalan zaman atau penundaan pemungutan suara,” tambahnya.

Disebutkan bagaimana Anies dan Ganjar memperoleh suara tak sebesar Prabowo. Di mana Anies 25% sedangkan Ganjar 17%. “Namun, tanpa memberikan bukti, kedua kubu yang kalah mengeluhkan intimidasi pemilih, manipulasi lembaga negara, dan penyalahgunaan sumber daya negara, seperti dana kesejahteraan, selama masa kampanye untuk mempengaruhi hasil pemilu,” ujar media itu lagi.

“Pada hari Senin, Ganjar mendesak dilakukannya penyelidikan ketika parlemen berkumpul kembali pada tanggal 5 Maret,” muatnya mengutip Ganjar.

“Anies, mantan gubernur ibu kota Jakarta, mengatakan pada hari Selasa bahwa kubunya siap untuk berpartisipasi dalam penyelidikan parlemen yang memungkinkan anggota parlemen untuk menyelidiki tindakan pemerintah,” muat Reuters lagi.

Reuters pun memasukkan pengamat lokal Arya Fernandes dari Pusat Kajian Strategis dan Internasional Indonesia (CSIS). Ia menyebut penyelidikan akan sulit dilakukan karena memerlukan dukungan dari anggota parlemen. “Bahkan jika penyelidikan tersebut disetujui, hasil pemilu tidak akan dapat membatalkan hasil pemilu,” tambahnya, namun hal terseut dapat menjadi upaya untuk menekan pemerintahan baru.

Hal sama juga dimuat The Diplomat. Media itu menulis artikel “Indonesian Presidential Contenders Call for Parliamentary Probe Into Election”.

“Kedua calon presiden Indonesia yang kalah telah menyerukan penyelidikan formal terhadap pelaksanaan pemilu minggu lalu, yang dimenangkan secara gemilang oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto,” katanya.

“Minggu ini, baik Ganjar Pranowo maupun Anies Baswedan telah menyatakan keprihatinannya bahwa pemilu 14 Februari dirusak oleh banyak penyimpangan, termasuk jual beli suara dan intimidasi,” tambahnya lagi.

“Meskipun hasil resmi belum akan diumumkan sampai bulan depan, penghitungan tidak resmi menunjukkan bahwa Prabowo, mantan jenderal era Orde Baru, memenangkan pemilu dalam satu putaran pemungutan suara, dengan perolehan sekitar 58% suara. Anies dan Ganjar diperkirakan mendapat masing-masing 25% dan 17%,” jelas media itu lagi.

Sebenarnya dijelaskan pula bagaimana jajak pendapat pra pemilu menempatkan Prabowo jauh lebih unggul dibandingkan kedua pesaingnya. Namun, sebut media tersebut tim kampanye Anies dan Ganjar sama-sama ingin maju ke putaran kedua pada bulan Juni yang mungkin memberi waktu bagi salah satu dari mereka untuk memberi “tantangan yang kredibel”.

“Agar penyelidikan bisa berjalan, Anies dan Ganjar membutuhkan dukungan lebih dari separuh dari 580 anggota DPR di DPR. Hal ini tampaknya masih dapat dicapai, mengingat PDI-P dan tiga partai dalam koalisi Perubahan Anies memiliki total 295 kursi,” muatnya lagi.

“Tantangan seperti ini biasa terjadi setelah pemilu di Indonesia, mungkin karena adanya jarak yang panjang antara pemilu di Indonesia dan pelantikan presiden terpilih. (Prabowo baru akan dilantik pada bulan Oktober),” jelas The Diplomat lagi.

“Setelah kalah dari Jokowi pada tahun 2014 dan 2019, Prabowo pun sempat menggugat hasil pemilu tersebut di Mahkamah Konstitusi Indonesia, dengan alasan adanya kecurangan yang meluas. Kedua upaya tersebut gagal,” tambahnya.(rah)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *