Oleh: Hony ‘Kiting’ Irawan, Writers Creator
Kenapa peribahasanya “seperti katak dalam tempurung” untuk menggambarkan kurangnya piknik sehingga menganggap apa yang dia tahu itu yang paling bener…!? Pertanyaannya kok bisa ada katak tinggal dalam tempurung!? He he he… Lalu kenapa katak gitu lho ya… Bukan yang lain!?
Sebelum kita menghakimi, saya coba merekonstruksi peristiwanya kira-kira bagaimana itu bisa terjadi.
Singkatnya ketika panas terik, seekor katak yang tengah membawa telur dimulutnya hinggap diatas buah kelapa yang telah sekian lama jatuh. Dan diluar kuasanya, iapun menjatuhkan beberapa telur.
Salah satu telur katak itu jatuh masuk lewat lubang ke dasar buah kelapa yang tergenang air.
Lubang itu hanya sebesar kelereng akibat gigitan monyet yang tak berhasil mengambil isinya karena terlalu tua.
Ia pun menetas… Dan menjadi berudu kemudian berubah menjadi katak tanpa bisa keluar dari kelapa yang lama-lama mengering itu. Otomatis ia hanya melihat dunia luar dari lubang kecil yang menghadap ke langit. Ya ke langit !
Katak itu enggan berusaha keluar, tubuhnyapun bertambah besar. Karena banyak nyamuk yang senang masuk ke dalam kelapa yang ia tinggali.
Sampai sini cukup masuk akal gak ya!? Masuk-masukin ajalah ya… He he he
Nah sekawanan katak yang menetas di luar sana merasa kasihan dan selalu datang mengunjunginya untuk bercakap-cakap.
Tapi sering kali mereka merasa jengkel, karena katak dalam tempurung selalu merasa benar sesuai pengetahuannya yang cuma selubang kelereng itu.
“Kalau aku perhatikan, kalian kasihan sekali. Hidup dalam bahaya dimangsa ular, elang dan burung hantu. Harus mengejar-ngejar nyamuk untuk makan. Sementara hidupku aman, nyaman dan makanan datang sendiri!” Kata katak dalam tempurung.
“Ya itu risiko yang harus kami alami. Tapi kami bisa bermain-main di rumput taman. Berenang di kolam, sungai, danau dan tempat-tempat menarik lainnya!” Jawab salah satu katak yang paling lincah.
“Ya kami juga bisa makan lebih variasi, selain nyamuk, ada anak kecoa, semut, ulat dan daun-daunan.” Sambung katak lain yang paling gendut.
“Hmm… Mungkin kalian lupa kita sudah kehilangan beberapa kawan karena dimangsa ular! Dengan tinggal di sini aku merasa aman dari bahaya itu…!”
Akhirnya mereka sering mengumpat dalam hati karena kesal dengannya. “Dasar katak dalam tempurung!” Gitu pikir mereka. Dan karena banyak yang merasa demikian, lama-lama jadi bahan ledekan diantara para katak yang berada di luar. Terutama kalau ada yang sotoy, julid, pelit, bokis, norak atau sifat-sifat jelek lainnya.
Gitu kurang lebih ceritanya. He he he
Nah pertanyaan kedua, kenapa katak bukan lainnya?
Ini bisa saja dilaporkan para katak ke mahkamah konstitusi ya katakan di “Keraton Agung Sejagat” (untuk menjadi tanda kapan tulisan ini dibuat). Kenapa harus katak yang ada dalam tempurung!? Bukan yang lain…!?
Gugatan pertama, secara konstitusi telah ada unsur mencemarkan nama baik seluruh katak di jagat raya ini. He he he gugatan kedua secara hipotesis belum tentu yang tinggal dalam tempurung, pengetahuannya kurang. Jaman sekarang kan sudah ada HP dan Internet. He he he
Saya tidak punya kompetensi untuk menjawab pertanyaan kedua ini sebetulnya. Satu-satunya alasan yang paling mungkin adalah karena katak saya tau bisa membawa telurnya di mulut sambil bisa menjelajahi daratan dan kolam.
Saya belum terfikir untuk mengkonstruksi cerita “kadal dalam tempurung” karena sejak menetas pastinya dia bisa merangkak keluar dari kelapa. He he he #ngoceh ngobrol receh