JAKARTA (Kastanews.com)- Capres 2024 Ganjar Pranowo berkomitmen melanjutkan langkah-langkah yang telah diambil Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Keputusan Presiden No 17 Tahun 2022 terkait kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada 1965 dan 1966. Dia janji menuntaskan kasus pelanggaran HAM yang hingga saat ini belum terungkap sepenuhnya.
Janjinya tersebut disampaikan ketika mengisi acara Pengenalan Kehidupan Kampus Bagi Mahasiswa Baru Universitas Pasundan Bandung di Gedung Sabuga ITB, Selasa (3/10/2023).
Komitmen yang diungkapkan Ganjar untuk melanjutkan tindakan Presiden Jokowi melalui Keputusan Presiden No 17 Tahun 2022 terkait kasus pelanggaran HAM 1965 dan 1966 adalah langkah yang sangat penting dalam upaya mencapai keadilan dan memenuhi harapan korban serta masyarakat.
Upaya mengungkap kasus-kasus pelanggaran HAM juga membuktikan tekadnya dalam menjaga dan menghormati prinsip-prinsip HAM di Indonesia. Dengan demikian, komitmen ini menggarisbawahi pentingnya penegakan HAM dan keadilan sebagai pijakan utama dalam kepemimpinan Ganjar.
PR Besar Ganjar Menuntaskan Pelanggaran HAM yang Belum Terungkap Perlu diketahui, urgensi mengungkap kasus pelanggaran HAM di Indonesia adalah hal yang sangat ditunggu-tunggu masyarakat terhadap pemerintah. Pelanggaran HAM di masa lalu seperti 1965 hingga 1966 menimbulkan banyak korban, bahkan di antaranya merupakan korban yang salah sasaran sehingga pengusutan ini sangat diperlukan untuk mendorong keadilan dan keterbukaan terhadap masyarakat di negara demokrasi.
Ganjar harus melihat bahwa berbagai tantangan penuntasan pelanggaran HAM yang belum terungkap di Indonesia dipengaruhi beberapa aspek antara lain kuatnya impunitas dan lemahnya implementasi hukum.
Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy OS Hiariej dalam bukunya berjudul “Pengadilan atas Beberapa Kejahatan Serius terhadap HAM,” menekankan bahwa impunitas yang berlangsung lama disebabkan campur tangan kuat unsur politik dalam proses penegakan hukum.
Sehingga, situasi ini mengkontaminasi berbagai tahapan dalam penegakan hukum, termasuk formulasi kebijakan penegakan hukum dan menjadi penghalang utama bagi pengungkapan kebenaran dan pencapaian keadilan dalam kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Adanya belenggu impunitas hukum mengakibatkan reformasi pada saat ini masih terpengaruh oleh para pelanggar kejahatan HAM berat di masa lalu sehingga jika kasusnya ingin diungkap akan menimbulkan banyak hambatan yang menghalanginya. Selain masalah impunitas hukum, implementasi hukum yang lemah juga menjadi hambatan serius dalam mengungkap pelanggaran HAM di masa lalu.
Ini menjadi salah satu tantangan utama yang akan dihadapi Ganjar. Kelemahan dalam implementasi hukum dapat dilihat dari adopsi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM yang seharusnya mengatur berbagai ketentuan mengenai restitusi atau kompensasi kepada korban pelanggaran HAM.
Dari berbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi, baru kasus pelanggaran HAM berat tahun 1965 dan 1966 saja yang berhasil mengalami implementasi. Hal ini disebabkan catatan dalam UU Pengadilan HAM yang menegaskan bahwa kompensasi maupun restitusi hanya dapat diberikan melalui keputusan pengadilan.
Kedua, masalah yang telah disebutkan harus menjadi prioritas penyelesaian bagi Ganjar. Fondasi mengungkap kasus pelanggaran HAM berat telah diletakkan Presiden Jokowi melalui Kepres yang mengungkap pelanggaran HAM tahun 1965 hingga 1966.
Namun, masih banyak kasus lain yang harus diungkap seperti peristiwa Tanjung Priok tahun 1984, Talangsari 1989, Trisakti dan Semanggi 1998. Hal ini akan menjadi bukti konkret dari komitmen Ganjar dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia dan memberikan keadilan kepada korban-korban yang selama ini menanti keadilan.(rah)