KASTANEWS.ID, JAKARTA: Indonesia bisa kehilangan devisa Rp24 triliun bila semua pihak enggan berkolaborasi menggerakkan budidaya kedelai secara masif. Padahal kalau seluruh instrumen terkait mau ‘turun tangan’, Indonesia sangat bisa mandiri dalam pemenuhan kebutuhan kedelai nasional.
“Sekarang adalah waktu yang tepat agar para petani dan pemerintah melakukan budidaya kedelai,” tegas Anggota Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat H Ayep Zaki di Jakarta, Selasa (15/2).
Dijelaskan Ayep Zaki, kebutuhan kedelai Indonesia mencapai 3 juta ton per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut Indonesia harus mengimpor 80% atau setara 2,4 juta ton. Jika dikonversikan dengan harga per kilogram kedelai belakang ini yang Rp10 ribu, artinya Indonesia mengeluarkan devisa mencapai Rp24 triliun.
Itu sebabnya pria asal Sukabumi ini fokus membangkitkan ekonomi masyarakat dan petani di wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat melalui berbagai program. Salah satunya melalui program budidaya kedelai mandiri seluas 25 ribu hektare.
Menurutnya, saat ini program yang akan melibatkan ratusan ribu petani itu telah mendapat dukungan dari berbagai pihak seperti Kementerian Pertanian. Ia juga mendesak pihak perbankan harus bisa membiayai budidaya kedelai mandiri dengan platform kredit Rp8 juta per hektare.
“Ayep Zaki bersama tim menjamin kepada bank yang mengucurkan kredit budidaya kedelai mandiri ini, delapan juta rupiah per hektarenya,” tegas Ayep Zaki.
Nantinya program tersebut tak terbatas hanya berjalan di Kabupaten Sukabumi saja, melainkan juga dilaksanakan di berbagai daerah lainnya sebagai upaya nyata membangkitkan taraf ekonomi para petani. Selain mendapat edukasi dan bimbingan selama penanaman, para petani juga tak perlu khawatir karena hasil pertaniannya sudah pasti akan dijamin pembeliannya melalui off taker yang tentunya akan dibeli dengan harga yang mampu menyejahterakan mereka.
“Tim akan menjamin, pertama adalah menjamin off taker 100 persen hasilnya dibeli. Tentu saja dengan harga disesuaikan dengan harga pembelian dari Gapoktindo (Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indonesia). Selain itu akan dilakukan jaminan kualitas terhadap bibit kedelai berdasarkan sertifikasi yang dikeluarkan balai benih melalui lembaga pemerintah,” imbuh Ayep lagi.
Penggunaan pupuk campuran berkualitas terbaik dan diakui berbagai kalangan menjadi salah satu kunci keberhasilan. Pupuk tersebut bukan subsidi pemerintah melainkan pupuk NPK, Nitrea dan 30% pupuk batubara.
“Bagi kalangan perbankan hendaknya bisa melihat potensi luar biasa ini,” pungkasnya. (rls/red).