JAKARTA (Kastanews.com): Politisi Partai NasDem Bestari Barus mengusulkan agar Zulfan Lindan dan Hasto Kristiyanto bertemu untuk menjelaskan pernyataan masing-masing terkait pernyataan Zulfan bahwa Anies Baswedan antitesis Presiden Joko Widodo.
“Ada baiknya untuk saling mendengar satu sama lain apa sebetulnya yang dimaksud. Adakan dialog secara terbuka, kalau perlu dipublish,” ungkap Bestari, Rabu (12/10).
Mantan Ketua Fraksi NasDem DPRD DKI Jakarta ini juga menambahkan, dengan adanya dialog terbuka, maksud dari pernyataan masing-masing bisa lebih jelas.
“Daripada pernyataannya disampaikan di media, orang bisa berbeda dalam menangkap pernyataan tersebut. Saya pikir itu solusi yang paling bijak menurut saya. Tapi kok rasanya Mas Hasto makin ke sini makin gampang kaget kaget sih.. ?,” tambahnya.
Bestari menilai dengan diadakannya pertemuan antara Zulfan dengan Hasto, kesalahpahaman bisa diminimalisir. Bestari juga menyinggung Partai NasDem dan PDI Perjuangan yang masih dalam satu koalisi hingga 2024 nanti.
“Dialog terbuka itu juga bisa untuk menghindari kebingungan maupun salah tafsir dari berbagai pihak. Apalagi NasDem dan PDI Perjuangan masih satu koalisi sampai 2024 untuk mendukung pak Jokowi,” ujar Bestari.
Bestari juga memastikan Partai NasDem tetap mendukung Jokowi. NasDem, tegas Bestari, akan selalu konsisten mendukung dan mengawal pemerintahan Jokowi sampai 2024.
“Saya menyampaikan saja kepada kedua belah pihak ini untuk terbuka sehingga tidak lagi ada kecurigaan terhadap statement, padahal kita masih dalam satu kaolisi sampai 2024 mendukung Pak Jokowi sampai selesai masa baktinya,” imbuhnya.
Sebelumnya, Zulfan Lindan, mantan anggota DPR RI dari Dapil Aceh dari NasDem menyebut Hasto tidak paham secara utuh pernyataannya terkait Anies antitesis Jokowi. Dia kembali mengungkit soal dialektika Hegel.
“Mas Hasto tidak memahami secara utuh apa yang saya maksud dengan tesa, antitesa, dan sintesa. Dalam teori dasar Dialektika Hegel memang terjadi perubahan yang mendasar dari bentuk feodalisme mengalami perubahan dalam bentuk sistem kapitalisme,” kata Zulfan kepada wartawan, Rabu (12/10).
“Namun kini semua pendekatan itu banyak mengalami perubahan yang dikenal sebagai teori konvergensi, di mana antara kapitalisme dan sosialisme saling melengkapi,” sambungnya.
Zulfan menjelaskan antitesis yang dimaksudnya adalah pola berpikir dan bekerja. Menurutnya, ada perbedaan pola berpikir dan bekerja antara Jokowi dan Anies.
“Dalam kaitan Anies Baswedan sebagai antitesis Pak Jokowi, jangan dipahami saling bertabrakan. Sebagaimana saya jelaskan dalam dialog Total Politik bahwa Jokowi punya pendekatan berpikir dan kerja,” ujar Zulfan.
Mantan Wartawan ini menyebut pola kerja Jokowi bertipe implementatif, sedangkan Anies melakukan pendekatan konseptual dalam melakukan program kerja.
“Pak Jokowi lebih melakukan pendekatan implementatif. Sementara itu, Anies lebih melakukan pendekatan konseptualisasi, yang mungkin saja implementasinya tidak sesegera Pak Jokowi,” imbuhnya.
Sedangkan Hasto menilai kalimat Zulfan Lindan dapat menimbulkan persoalan tata pemerintahan dan etika politik.
“Jujur saya sangat kaget dengan pernyataan Partai NasDem melalui Pak Zulfan Lindan bahwa Pak Anies merupakan antitesa Pak Jokowi. Ini menimbulkan persoalan tata pemerintahan dan etika politik yang sangat serius,” kata Hasto kepada wartawan, Rabu (12/10).
Menurut Hasto, pernyataan Zulfan merupakan penegasan sikap Partai NasDem. Dengan mencalonkan Anis, kata Hasto, NasDem juga menjadi antitesis.
“Antitesa artinya merupakan kondisi yang samasekali berbeda, yang berlawanan 180 derajat dengan kondisi status quo. Antitesa artinya vis a vis, diametral. Jadi secara sadar NasDem melalui pernyataan Pak Zulfan Lindan menegaskan hal tersebut,” kata Hasto.
“Dengan demikian dalam cara berpikir, kebijakan dan skala prioritas NasDem dengan mencalonkan Pak Anies juga menjadi antitesis,” sambungnya.(rls/*)