JAKARTA (Kastanews.com)- Kadiv Humas Mabes Polri sempat menyebut bahwa gas air mata bukanlah penyebab banyaknya korban meninggal di Stadion Kanjuruhan Malang. Pakar komunikasi Universitas Brawijaya (UB), Maulina Pia Wulandari menilai pernyataan itu melukai hati korban.
Menurut Maulina Pia Wulandari, seharusnya sebagai public relations di departemen yang bertanggung jawab pada urusan komunikasi pada publik harus berhati-hati dalam memilih strategi komunikasi krisis yang diwujudkan dalam pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh pihak organisasi ke publik.
“Ada dua hal penting dalam memilih startegi komunikasi krisis, yaitu empati dan keakuratan informasi. Saat krisis terjadi, publik mengharapkan pimpinan organisasi memperhatikan mereka yang menjadi korban. Mengekspresikan empati merupakan langkah pertama yang penting untuk menunjukkan sebuah komitmen untuk memenuhi harapan publik,” ucap Maulina Pia Wulandari, melalui keterangan tertulisnya, pada Rabu (12/10/2022).
Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UB ini menjelaskan, saat krisis seperti saat ini, publik mengalami kepanikan, kebingungan, kesedihan, hingga kedukaan. Sehingga publik mencari pengesahan perasaan rapuh emosional mereka dari pimpinan organisasi. Krisis itu menimbulkan situasi yang penuh ketidakpastian dan chaos.
Banyak hal yang simpang siur kejelasannya terkait penyebab krisis, seberapa parah kerusakan yang ditimbulkan, berapa banyak korban yang jatuh, hingga siapa yang harus bertanggung jawab atas krisis yang telah terjadi. “Keakuratan informasi merupakan langkah yang penting dalam krisis dengan tujuan untuk mengurangi ketidakpastian. Informasi yang disampaikan kepada publik harus benar-benar valid, akurat yang didukung oleh bukti yang akurat pula. Keakuratan informasi juga termasuk kredibilitas komunikator yang menyampaikan informasi tersebut kepada publik,” jelasnya.
Pia, sapaan akrabnya menjelaskan, pernyataan Humas Mabes Polri terkait gas air mata tidak berbahaya bisa jadi akurat bisa jadi masih menimbukan banyak pertanyaan. Tapi pertanyaanya adalah apakah pernyataan itu sudah memperhatikan suasana psikologis publik, terutama para korban dan keluarga saat ini yang sedang berduka dan mencari keadilan.
“Sementara, saat ini pihak korban dan keluarganya merasa bahwa Polri belum menunjukkan komitmen mereka dalam memenuhi salah satu harapan warga Aremania dan Aremanita, yaitu empati pada perasaan dan emosional mereka yang sedang dalam kondisi rapuh dan berduka,” terangnya.(rah)