KASTANEWS.COM: Sepintas mengenalnya, sama sekali tidak mencerminkan ada kebencian di dalam dirinya. Murah senyum dan ‘grapyak’ pada hampir semua orang, membuat dirinya mudah bergaul dari kalangan mana saja. Mulai kelas pengangguran hingga kelas menteri.
Dia karibku. Orang mengenalnya dengan nama Hendri Camar. Tapi sesungguhnya, waktu kami satu SMA dulu di kawasan Komdak, Jakarta, dia lebih dikenal dengan nama Hendri Wijaya.
Entah sejak kapan dia menyematkan ada kata Camar di ujung nama Hendri. Tapi yang jelas, di laman facebook dia mencantumkan kata Camar daripada Wijaya.
Saat aku bertanya pada karib Hendri lainnya, kata pertama yang disebutkannya adalah, “Hendri itu nyalinye gede. Nyalinya kayak macan dan ikan hiu,” begitu tuturnya.
Dalam hati aku jadi bertanya, jika nyali sebesar macan dan hiu, kenapa dia cukup menyematkan Camar?
Akupun jadi mereka-reka. Camar mungkin ingin disematkan pada namanya sebagai simbol sosok yang gemar mengembara. Terbang ke sana ke sini tanpa beban. Seperti jiwanya yang ingin bebas. Semoga saja sang Camar segera menemukan tiang sampan, karena usia tak lagi muda.
Mendengar nyali besarnya, aku sepintas jadi ingat di kisaran tahun 1987 atau 1988. Yang jelas saat itu masih menimba ilmu di Komdak. Karena aku sekolah siang, saat memasuki halaman sekolah, aku melihat Hendri sedang membawa sebilah bambu. Rupanya lagi ribut. Sedang mengeroyok kakak kelas yang sedang dikejar-kejar yang sudah berada di dalam mobil bersama sopirnya.
Entah apa masalahnya, aku gak paham. Hanya saja aku mengenal Hendri sedang mengamuk bersama kakak-kakak kelas terhadap kakak kelas lainnya.
Urusan bernyali, karib Hendri juga bercerita. Pada suatu ketika di dalam bis kota, Hendri melabrak empat orang copet seorang diri. Tanpa takut. Hingga penumpang seisi bis kota ternganga dan membuat empat orang copet kocar-kacir.
Itulah Hendri, yang tak akan mundur sejengkal pun untuk membela yang benar.
Sejak kelas satu SMA, Hendri sudah tergabung di pecinta alam. Bahkan untuk meng-aup grade kemampuannya di urusan pecinta alam, dia malah ikut Organisasi pemuda pecinta alam Top Ranger and Mountain Pathfinder (TRAMP). Ini jelas membuktikan, Hendri memang laki-laki yang terus ingin mengembara.
Bagi anak-anak Exispal24KJ yang mengikuti Rel Cross Jakarta Serpong, tentu sedikitnya pernah mendengar, mengingat atau bahkan menyaksikan ‘ribut-ribut’ saat perjalanan Jakarta – Serpong dengan berjalan kaki. Di saat kami sedang istirahat di kawasan Bintaro, tiba-tiba ada sedikit keributan. Bahkan yang empunya rumah sempat membawa sebuah parang dan membuat geger seisi rumah.
Baru beberapa lama kemudian aku baru menyadari, itu salah satu ulah Hendri bersama sang sohib lainnya, Sukardiono. Entah apa yang dilakukannya, aku gak paham. Yang aku tahu cuma ada keributan.
Bahkan selepas lulus SMA, dia kuliah di UPN dan disanapun dia mengikuti organisasi pecinta alam. Kalau tak salah namanya Girigahana.
Tidak berhenti di situ. Dari sekedar menyalurkan hoby, arah kepecintaalaman Hendri agaknya mulai sudah sedikit bergeser ke arah profesi. Sebab seingatku, sejak di kampus itulah Hendri mendapat pendidikan kepecintaalaman lebih dalam.
Di tahun 2008, Hendri sempat kursus panjat tebing di Australia. Dia bahkan sempat menjajahi negeri asing khusus urusan panjat tebing hingga ke Korea, Australia, China, Italia dan beberapa negara Asia lainnya.
Dari pendidikan panjat tebing itulah, Hendri mendapatkan sertifikat juri internasional IFSC Judge (International Federation of Sport Climbing)
“Hanya dua orang yang memperoleh sertifikat, saya dan Ronald Mamarimbing dari Jatim,” terang Hendri.
Prestasi ini yang kemudian membawanya berkelana. Utamanya bekerja bersama dengan tentara. Dia kerap diperbantukan untuk giat tentara baik arung jeram maupun panjat tebing.
Puncaknya, karibku ini dipercaya menjadi Ketua Pengurus Provinsi Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) DKI Periode 2019 – 2024. Pelantikannyapun baru dilakukan 17 Desember 2019 lalu. Mudah-mudahan masih ada puncak lain yang bisa digapai sang Camar.
Urusan organisasi, bagi Hendri rupanya bukan barang asing. Sebagai ‘anak kolong’ dia juga tergabung di FKPPI, dan banyak organisasi lainnya.
Inilah yang bisa aku pelajari. Organisasi terbukti bisa membuat orang lebih matang. Santun bicara. Mengerti norma-norma dalam berdiskusi. Saling menghargai. Menjadikan tugas adalah tanggungjawab, bukan beban. Mampu menghargai kawan seiring meski berbeda pandangan.
“Hendri orang yang mau berkorban untuk teman. Dia rela mengalah asal teman bisa senang,” begitu ungkap sohibnya.
Aku bisa rasakan itu. Saat tak ada satupun yang bersedia menjadi Ketua Panitya Temu Kangen Tahunan Lintas Angkatan yang akan digelar Exispal24KJ, Hendri memberi solusi. Dia cukup menjadi wakil dan meminta Hasan untuk menjadi ketuanya. Namun dirinya akan full back up hasan untuk semua urusan.
Kami bangga mengenal dan memiliki teman seorang Hendri. Semoga semakin tawadhu’. Amiinn.. (*)