Penulis: Gantyo Koespradono
KASTANEWS.ID, KAPAN partai-partai seharusnya mulai melakukan penjaringan dan pencalonan presiden dan wakil presiden 2024?
Mengacu pada UU Pemilu dan keputusan rapat antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), jadwal pencalonan presiden dan wakil presiden dimulai Kamis 19 Oktober 2023 hingga Sabtu 25 November 2023.
Ya, masih tahun depan. Namun, hari-hari ini dan entah sampai kapan, para elite politik dan sebagian warga masyarakat seolah tidak sabar menunggu. Dead line 25 November 2023 terasa begitu lama.
Para pendukung yang paling tidak sabar tampaknya adalah gerombolan penggembira sosok yang ge-er bakal menjadi calon presiden (capres), yaitu Anies Baswedan.
Beberapa hari lalu, orang-orang yang berafiliasi kepada gerombolan beberapa ormas terlarang bahkan mendeklarasikan Anies sebagai “tokoh” yang paling layak menjadi presiden RI 2024-2029.
Saya tidak tahu, mendengar dan menyaksikan peristiwa itu, apakah Anies yang digadang-gadang oleh para pengasong agama itu senang atau miris? Prihatin atau larut di dalamnya sehingga hatinya semakin berbunga-bunga?
Sebelum ikut kontestasi pilkada DKI Jakarta 2017, Anies adalah seorang nasionalis. Ia pendukung Jokowi dan menjadi tim suksesnya pada Pilpres 2014.
Sampai sekarang, saya yakin, ia masih nasionalis. Tapi, demi ambisinya, baik saat berniat menjadi DKI-1, maupun RI-1, ia lupa – atau sengaja melupakan diri – dan sengaja membiarkan gerombolan pengasong agama memanfaatkan sosoknya untuk merongrong Pancasila.
Sebaliknya, saya yakin, Anies juga sadar telah, sedang dan akan memanfaatkan para pengasong agama untuk kepentingan politiknya.
Ia paham betul, intelektualitas para pendukungnya itu tak sebanding dengan intelektualitas Anies, sehingga (maaf) dikibuli pun, mereka tidak akan menyerang atau membuang Anies.
Itulah satu-satunya “modal” Anies. Melalui Anies, para pendukungnya mengharapkan sorga di alam sana, sementara melalui para pendukungnya yang rerata urat malunya sudah putus itu, Anies berharap dan sudah mendapatkan sorga dunia di Jakarta.
Sukses itu tampaknya akan dicopy-paste Anies dan konco-konconya pada hajatan Pilpres 2024. Di mata para pendukungnya, Anies-lah satu-satunya sosok yang layak menjadi “the real president”.
Mereka nggak peduli Anies bukan kader partai. Bahkan jika pun ia kader sebuah partai, untuk menjadi bakal calon presiden tidak mudah. Menyebut namanya untuk digadang-gadang pun tidak mudah. Para pendukung Anies tampaknya sudah tutup telinga, mata dan hati.
Tengok saja Ganjar Pranowo. Ia boleh saja bangga punya elektabilitas paling tinggi mengungguli Prabowo Subianto dan Anies. Tapi, sampai sekarang, PDIP, partai tempat Ganjar bernaung, sama sekali tidak pernah menyebut namanya sebagai capres atau bakal capres.
Ini catatan buat Anies. Anies selayaknya tahu diri. Demikian pula “tokoh-tokoh” lain yang juga berniat ikut meramaikan bursa capres dan kini duduk di pemerintahan.
Okelah, saya maklum dengan Anies dan Ganjar yang sama-sama sebagai gubernur yang Oktober 2022 nanti sudah tidak lagi menjabat di posisi itu. Nanggung tinggal beberapa bulan lagi. Tak apalah.
Tapi buat Prabowo, Erick Thohir, Airlangga Hartarto dan (mungkin) Sandiaga Uno yang “aroma” politiknya sudah tercium mau dicalonkan atau bersedia “nyalon” jadi presiden, sebaiknya mengundurkan diri sebagai menteri.
Tidak eloklah, kalian masih berstatus sebagai menteri, namun diam-diam atau terang-terangan sudah berkampanye “ngarep” jadi presiden.
Berikanlah kesempatan kepada Presiden Jokowi untuk merampungkan tugas-tugasnya hingga 2024 tanpa “konflik kepentingan” di dalam kabinet.[]