Penerima Suap Kasus Wilmar Group Didesak Dihukum Berat

Penerima Suap Kasus Wilmar Group Didesak Dihukum Berat

JAKARTA (KASTANEWS.COM)- Hakim yang menerima suap pengaturan putusan atau vonis bebas terdakwa korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO) harus mendapatkan hukuman maksimal.

Itu diperlukan agar memberikan efek jera, mengingat hakim merupakan penegak hukum yang seharusnya menegakkan keadilan.

“Tuntutan hukuman maksimal yakni seumur hidup atau mati bagi hakim dan pengacara korup, karena keadilan yang dibunuh dari dalam tidak bisa ditebus dengan hukuman ringan,” ujar Koordinator Aksi Mafia Hakim, Dendi Budiman, Senin (21/4/2025).

Dugaan suap senilai Rp60 miliar itu bukan hanya melibatkan satu hakim, melainkan 4 hakim dan pengacara dari pihak berperkara. Kasus tersebut saat ini tengah ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung).

“Kasus dugaan suap Rp60 miliar dalam vonis lepas ekspor CPO bukan sekadar kriminal, itu mengangkangi hukum dan mengkhianati rakyat,” kata Dendi yang tergabung dalam Perkumpulan Pemuda Keadilan.

Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 menyebutkan hukuman mati dapat dijatuhkan dalam keadaan tertentu.

Sehingga, ia menilai jika kerusakan sistemik yang ditimbulkan korupsi di lembaga yudikatif ini tidak dianggap sebagai keadaan luar biasa, maka ada yang keliru dalam cara negara menafsirkan kedaruratan moral.

“Kalau mafia di pengadilan tidak diberi hukuman setimpal, maka demokrasi tinggal papan nama dan hukum jadi dagangan,” katanya.

Untuk itu, demi terciptanya good governance dengan lembaga peradilan yang menjadi takhta tertinggi dalam bernegara, dan untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan, Perkumpulan Pemuda Keadilan mendesak aparat penegak hukum dalam hal ini Kejagung dan Mahkamah Agung (MA) untuk mengembalikan marwah atau wajah peradilan negara ini.

Adapun empat hakim yang menjadi tersangka, yakni mantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang kini menjabat Ketua PN Jakarta Selatan Arif Nuryanta. Lalu, 3 majelis hakim yang menangani perkara tersebut, Djuyamto, Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom.

Tersangka lainnya, panitera muda PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan, yang ketika sidang korupsi CPO merupakan panitera di PN Jakarta Pusat.

Lalu, Marcella Santoso dan Ariyanto, kuasa hukum dari korporasi yang berperkara, dan Kepala Tim Hukum Wilmar Group juga ditetapkan tersangka.(rah)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *