JAKARTA (Kastanews.com)- Film Dirty Vote menjadi perbincangan hangat hingga menjadi viral dengan tagar #DirtyVote. Netizen banyak membicarakannya hingga trending di media sosial. Film ini menampilkan tiga pakar hukum tata negara yang sangat berintegritas dengan reputasi baik, yakni Zaenal Arifin Mochtar, Feri Amsari dan Bivitri Susanti.
Mereka mengungkap tentang kecurangan Pemilu 2024. Aktivis Antikorupsi Todung Mulya Lubis mengapresiasi peluncuran film Dirty Vote yang dirilis hari ini, yang memberikan gambaran kepada masyarakat terkait potensi pelanggaran pada Pemilu 2024.
Todung pun mengingatkan agar ke depannya jangan sampai ada pihak yang terlalu ‘bawa perasaan’ atau ‘baperan’ dengan kritikan. Jika ingin balas mengkritik, harus dilakukan dengan cerdas tanpa kriminalisasi.
“Banyak orang baperan kalau dikritik. Sikap ini berbahaya. Kalau tidak setuju dengan film itu, bantah saja dengan membuat film lain atau dengan argumen yang baik. Kritik harus dibalas dengan kritik. Jangan kemudian melaporkannya ke polisi karena kriminalisasi hanya akan membunuh demokrasi, menghambat kreativitas dan mematikan industri kreatif,” kata Todung dalam konferensi pers di Media Center TPN di Cemara, Jakarta, 11 Februari 2024.
Dipandu oleh Aris Setiawan Yodi, Todung hadir bersama Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. Todung menilai ‘Dirty Vote’ sangat bagus memberikan literasi politik memahami dinamika yang terjadi. Situasi yang digambarkan dan penjelasannya sejalan dalam pemberitaan di media.
Seperti soal pengarahan kepala desa dan intimidasi atau concern lain soal politisasi bansos, persebaran 20 persen suara sebagai syarat kemenangan pilpres, dan banyak hal lainnya yang dijelaskan dalam film ini. “Anda boleh tidak setuju dengan ‘Dirty Vote’, tetapi film ini membantu mengedukasi dan meningkatkan literasi politik di Indonesia. Kita ini bisa kuat karena punya demokrasi dan inilah yang jadi taruhan sebagai sebuah bangsa dan begara,” ujar Todung.
Menurutnya, apa yang diungkap dalam ‘Dirty Vote’ yang mengarah pada kritik itu bukan menjadi suatu hal yang baru. Hal ini lumrah terjadi dalam situasi apapun. Sehingga, dia tak setuju atas pernyataan Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman yang menyebut film Dirty Vote sengaja dibuat untuk mendegradasi penyelenggaraan Pemilu 2024.
“Dengan segala respek, saya tak sependapat dengan yang disampaikan Habiburokhman. Apa yang disampaikannya tak mencerminkan yang dirasakan publik. Kritik atas intimidasi itu sudah ada di mana-mana. Jangan baper dan sedikit-sedikit lapor ke kepolisian, sehingga membuat dalam demokrasi kita jadi tak sehat dan mengalami kemunduran,” katanya.
Sementara, Hasto menekankan komitmen besar TPN Ganjar-Mahfud dalam menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. “Kalau mau menang gampang, bagi kami enak, tinggal perpanjang saja kekuasaan Pak Jokowi. Tapi kami memilih jalan konstitusi melalui pelaksanaan pemilu yang jurdil, dan bergerak dalam jalan kebenaran,” ungkapnya.(rah)