MEDIA cetak diklaim publik, sudah senjakala. Kepercayaan publik terhadap media, sudah menukik. Profesi jurnalis dipandang publik, hanya sebelah mata. Berjuta content yang bertebaran, menurut publik: lebih banyak sampah. Akankah profesi jurnalis segera punah?
Nampaknya, belum. Belum akan punah. Pada Rabu (05/08/2020) lalu, misalnya, sejumlah jurnalis dari sejumlah media berkumpul. Bukan di Istana Negara. Bukan di sekitar Monas. Tapi, di Kranggan, di ujung timur Jakarta Timur, di wilayah pinggiran ibu kota negeri ini.
Para jurnalis itu berkumpul dalam sebuah rapat pleno. Rekan-rekan itu bersepakat untuk menyalakan kembali spirit jurnalis, yang dinilai publik sudah mulai redup. Di hadapan masing-masing sudah ada daftar lebih dari 100 jurnalis, dari 31 provinsi di tanah air, yang sudah menyatakan diri siap untuk bersepakat menyalakan kembali spirit jurnalis tersebut.
Kesepakatan itu kemudian dinamai Sekretariat Wartawan Indonesia, dengan penyebutan Sekber Wartawan Indonesia, dengan akronim SWI. Secara tegas, semua menyatakan SWI sebagai perkumpulan profesi. Bukan organisasi masyarakat, bukan lembaga swadaya masyarakat, bukan pula komunitas.
Sekali lagi, SWI adalah perkumpulan profesi, kumpulan yang dimulai oleh lebih dari 100 orang, dari 31 provinsi di tanah air, yang menjalani profesi sebagai jurnalis. Rekan-rekan itu sepenuhnya menyadari “pandangan sebelah mata†publik terhadap profesi ini. Dan, dengan kesadaran penuh pula, para jurnalis tersebut hendak meng-upgrade skill secara bersama-sama.
Semua sepakat menghimpun diri dalam SWI. Semua sepakat untuk menjadikan SWI sebagai wadah untuk meng-upgrade skill, agar menjadi jurnalis yang bermartabat. Bukan untuk dihormati secara pribadi. Tapi, agar profesi jurnalis kembali mendapat tempat yang layak di mata publik dan produk jurnalistik yang dihasilkan turut meningkatkan kepercayaan publik terhadap media di tanah air.
Ke-100 lebih jurnalis di SWI tersebut ingin menjadi bagian dari ribuan jurnalis di berbagai lembaga lain, yang juga memiliki kesepakatan untuk menyalakan kembali spirit jurnalis. Sekber Wartawan Indonesia (SWI) sudah memulai proses dari embrio, untuk menjadi sebuah lembaga pers yang kredibel. Proses tersebut tentulah menumbuhkan harapan.
Harapan itu tumbuh, karena ke-100 lebih jurnalis di SWI tersebut sadar, publik berhak mendapatkan content yang kredibel. Hak publik itulah yang hendak dipenuhi oleh para jurnalis di SWI. Ini bagian dari upaya untuk mengatasi kesenjangan informasi, yang di era digital kini, kesenjangan informasi tersebut semakin lebar dari waktu ke waktu.
Rapat pleno pada Rabu (05/08/2020) lalu itu, menetapkan Maryoko Aiko sebagai Ketua Umum Sekber Wartawan Indonesia (SWI) didampingi Putra Gara sebagai Wakil Ketua Umum dan Herry Budiman sebagai Sekretaris Jenderal SWI.
Saat ini, rekan-rekan SWI sedang menyelesaikan proses administrasi kelembagaan SWI di tingkat pusat dan di tingkat provinsi. Selanjutnya, yang di tingkat provinsi akan menyelesaikan proses administrasi hingga ke tingkat Kabupaten/Kota.
Rencananya, seluruh Ketua SWI di tingkat provinsi akan berkumpul di Jakarta, untuk melakukan deklarasi Sekber Wartawan Indonesia (SWI). Setelah deklarasi, tim SWI dijadwalkan bertemu dengan sejumlah lembaga negara yang relevan, untuk konteks sosialisasi dan legalitas.
Progres tahapan tersebut akan saya tuliskan di laman FB ini, di waktu-waktu selanjutnya, sebagai bagian dari prinsip kebersamaan dan transparansi. Semoga kita bisa bersama-sama meng-upgrade skill, menyalakan kembali spirit jurnalis.
salam dari saya Isson Khairul
Persatuan Penulis Indonesia
(tulisan di atas sudah muncul di facebook, pada 6 Agustus 2020. Atas ijin penulis, tulisan tersebut bisa dimuat di kastanews)