JAKARTA (Kastanews.com)- Upaya penjegalan Anies Baswedan untuk maju menjadi Calon Presiden (Capres) pada Pilpres 2024 disebut bukanlah isapan jempol saja. Tanda-tanda kalau Anies akan dijegal pun disebut sudah terlihat.
Juru bicara Anies Baswedan dalam Tim 8 Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Sudirman Said menuturkan, sudah terlalu banyak pihak yang menyebutkan soal siasat tersebut. “Yang terasa sekarang apa? Misalnya, kan sudah jelas misalnya perkara Formula E (dugaan kurupsi Proyek Formula E di DKI Jakarta) diulang-ulang terus (kasusnya diungkit KPK),” ujarnya di sekretariat Koalisi Perubahan, Jalan Brawijaya X Nomor 46, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (7/6/2023).
Dia pun meyakini, meskipun gelar perkara dilakukan berkali-kali, KPK tidak akan menemukan bukti soal korupsi tersebut. “Walaupun 19 kami gelar perkara itu tidak ada bukti itu dan dicari hal-hal yang mboten-mboten (tidak-tidak) lainnya,” kata Sudirman.
Kemudian, partai yang tergabung dalam koalisi perubahan yakni Demokrat dan Nasdem juga mengalami tantangan berat yang berhadapan dengan hukum. “Begitupun PKS (Partai yang juga tergabung dalam Koalisi Perubahan) disebutkan oleh banyak pihak. Jadi memang Pak Aniesnya maupun partai-partai koalisinya mengalami iming-iming, tarikan-tarikan, godaan, tekanan itu terasa,” ungkap Sudirman.
Diketahui, saat ini Partai Demokrat harus dihadapkan dengan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) yang diajukan oleh Kepala Kantor Staff Kepresidenan (KSP) Moeldoko. Dalam PK tersebut Moeldoko hendak mengambil alih kepengurusan Partai Demokrat.
Sementara, Nasdem, Sekretaris Jenderal partai yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johny G Plate ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi menara BTS. Menurut Sudirman, isu penjegalan Anies itu diungkapkan oleh pengamat dan pihak lainnya.
Sehingga, Koalisi Perubahan kata Sudirman sudah merasakan hal itu. “Ini memang sesuatu yang nyata (isu penjegalan Anies), dan ini sebetulnya hal yang ya memang kompetisi begitulah, cuma kalau sampai tekanan-tekanan itu menggunakan instrumen negara, itu yang kita tidak bisa terima, karena pemimpin negara itu memang ditugaskan mengurus rakyat seluruhnya termasuk yang mau ikut dalam kompetisi ini,” tegasnya.
Dia melanjutkan, kalau instrumen negara yang digunakan untuk menjegal Anies Baswedan dan pihak yang mendukungnya, maka hanya pihak tertentu saja yang akan dibergabung dalam masa pemerintahan setelah masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) berakhir. Sudirman pun menegaskan, bahwa hal itu tak adil.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan tidak ada upaya jegal-menjegal terhadap Anies Baswedan.
“Ndak ada menjegal, malah saya katakan kepada dia (Anies), kamu harus usahakan di dalam berbagai forum agar koalisi yang mendukung Anies itu kompak, agar Anies tidak dijegal oleh internalnya sendiri,” kata Mahfud saat peringatan Hari Lahir Pancasila di Ende, NTT, Kamis (1/6/2023).
Mahfud menilai, yang dilakukan pemerintah saat ini fokus agar pemilu nanti berjalan jujur dan adil. Sebab semua calon yang berlaga memiliki hak yang sama rata untuk maju dan dipilih. “Kita lindungi haknya,” tegas Mahfud.
Dalam kesempatan yang sama, Mahfud MD juga meluruskan maksud ucapan Presiden Jokowi soal cawe-cawe yang dia lakukan. Pernyataan itu hanyalah isu politik untuk memantik emosi pendukung, relawan dan simpatisan. “Ndak ada, itu isu politik, itu bagian dari perlombaan kontestasi politik, mungkin biar pendukungnya muncul,” ujar Mahfud.(rah)