MEDAN (Kastanews.com): Banjir bandang yang melanda sejumlah daerah di Sumatra Utara (Sumut) memicu perdebatan mengenai penyebabnya. Gubernur Sumut, Bobby Nasution, menyebut cuaca ekstrem sebagai faktor utama, namun sejumlah lembaga lingkungan hidup, termasuk Walhi, menegaskan bahwa kerusakan hutan akibat aktivitas perusahaan adalah penyebab utama.
Rianda Purba, Direktur Eksekutif Walhi Sumut, menegaskan bahwa perusakan hutan di Batang Toru bukan disebabkan cuaca ekstrem, tetapi oleh eksploitasi sumber daya alam.
“Perusakan hutan di sana itu disebabkan ya, dipicu ya, oleh beberapa perusahaan. Jadi kita menyangkal pernyataan dari Gubernur Sumatra Utara bahwa banjir tersebut karena cuaca ekstrem. Tapi pemicu utamanya bukan cuaca ekstrem ini, pemicu utamanya adalah kerusakan hutan dan alih fungsi lahan dari hutan menjadi non-hutan,” ungkap Rianda dalam konferensi pers pada Senin (1/12/2025).
Dalam 10 tahun terakhir, lebih dari 2.000 hektare hutan di kawasan Batang Toru rusak akibat konversi lahan untuk perkebunan dan pertambangan, yang memperburuk potensi banjir dan longsor. Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyebutkan bahwa delapan perusahaan, termasuk tambang emas dan perkebunan sawit, diduga berperan dalam kerusakan tersebut. Pemerintah pun telah memanggil perusahaan-perusahaan tersebut untuk memberikan penjelasan.
Selain merusak lingkungan, kerusakan hutan di Sumut juga mengancam satwa langka seperti orangutan Tapanuli dan harimau Sumatra. Aktivitas ilegal seperti pembalakan liar semakin memperburuk kondisi.
Pemerintah dan perusahaan perlu bertanggung jawab untuk mencegah bencana serupa dengan langkah-langkah konkret yang lebih terkoordinasi demi kelestarian lingkungan.(Lungit/*)
