JAKARTA (Kastanews.com)- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Utama PT Anomali Lumbung Artha (ALA) Teddy Munawar (TM). Pemeriksaan tersebut terkait dengan kasus dugaan korupsi bantuan sosial (Bansos) Presiden.
Jubir KPK Budi Prasetyo mengatakan, Teddy diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi bansos presiden pada masa Covid-19.
“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama TM, wiraswasta (Direktur Utama PT Anomali Lumbung Artha/PT ALA),” katanya, Senin (11/8/2025).
Selain Teddy, penyidik juga memanggil Direktur Utama PT Junatama Foodia Kreasindo Andy Hoza Junardy, dan Direktur Utama PT Famindo Meta Komunika, Ubayt Kurniawan. Materi pokok pemeriksaan saksi akan diungkap setelah pemeriksaan rampung.
“Hari ini Senin (11/8/2025), KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan TPK terkait bantuan sosial presiden untuk penanganan Covid-19 di wilayah Jabodetabek pada Kementerian Sosial tahun 2020,” ucap Budi.
Sebelumnya, KPK membuka peluang menetapkan sejumlah perusahaan yang ikut dalam proyek pengadaan bansos presiden Covid-19 Jabodetabek di Kementerian Sosial (Kemensos) sebagai tersangka korporasi.
“KPK masih membuka peluang baik itu individu maupun korporasi,” ujar Jubir KPK Tessa Mahardhika di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Minggu, 10 November 2024.
Tessa menjelaskan, penetapan tersangka korporasi dapat dilakukan apabila perusahaan tersebut terbukti menerima keuntungan dari proyek tersebut dengan cara melawan hukum.
“Dalam kasus korupsi yang melibatkan korporasi, perusahaan atau badan hukum dapat dipersalahkan secara pidana apabila terbukti bahwa tindakan korupsi dilakukan atas nama atau untuk keuntungan korporasi tersebut,” ucapnya.
Tesa menambahkan, proses penetapan tersangka korporasi ditentukan dalam rapat gelar ekpose perkara pimpinan KPK berdasarkan dua alat bukti yang cukup. Sejauh ini, KPK baru menetapkan Direktur Utama Mitra Energi Persada, Ivo Wongkaren (IW), sebagai tersangka.
“Tapi kembali lagi, nanti kita baru bisa menyampaikan itu setelah ada setidaknya ekpose di pimpinan,” ucap Jubir KPK.
Terdapat sekitar enam juta paket sembako dari penyaluran tahap tiga, lima, dan enam yang diduga dikorupsi. Setiap tahap terdiri atas dua juta paket. Nilai kontrak total untuk tiga tahap tersebut sekitar Rp900 miliar.(rah)