GARUT (Kastanews.com): Seorang pelajar berinisial PNT, siswa kelas XI di SMAN 6 Garut, Jawa Barat, meninggal dunia diduga karena tekanan psikologis akibat perundungan (bullying) yang dialaminya di lingkungan sekolah. Kasus ini tengah dalam proses penyelidikan oleh pihak kepolisian.
Dalam keterangannya Kasat Reskrim Polres Garut, Jawa Barat, AKP Joko mengatakan tengah mendalami berbagai keterangan dari pihak sekolah, termasuk teman sekolah almarhum. Polisi pun akan kembali meminta keterangan dari orang tua almarhum.
“Ada lima orang yang sudah dimintai keterangan, kepala sekolah, humas sekolahnya, guru BK, UPT PPA juga sama sudah datang ke sekolah. Untuk keluarga almarhum anggota sudah ke sana dan yang bersangkutan masih dalam keadaan berduka, sehingga kami menghormati itu,” kata Kasat Reskrim Polres Garut, AKP Joko Prihatin, Rabu (16/7/2025).
Dugaan bullying mencuat setelah sang ibu, FL, mengunggah serangkaian pernyataan di akun media sosialnya. Ia menyampaikan bahwa anaknya sempat dituduh sebagai pelapor teman-temannya yang kedapatan menggunakan vape di kelas, dan sejak itu mendapat perlakuan berbeda dari rekan sekelasnya. Unggahan itu disertai bukti tangkapan layar percakapan antara ibu korban dan teman sekolah korban yang menguatkan dugaan adanya perlakuan diskriminatif.
Ibu korban, mengungkapkan bahwa anaknya telah menunjukkan gejala tekanan psikologis namun tidak ditangani serius oleh lingkungan sekolah. Ia bahkan sempat meminta bantuan wali kelas, namun merasa diabaikan. Unggahan ini viral dan menuai empati warganet.
Kepala sekolah SMAN 6 Garut, Dadang Mulyadi mengatakan, duduk persoalan awalnya terjadi ketika PNT dinyatakan tidak naik kelas. PNT semasa hidupnya duduk di bangku kelas 10 atau kelas 1 SMA.
Pihak sekolah sempat memanggil orang tua murid dan yang bersangkutan pun datang. Pihak sekolah kemudian menjelaskan, PN tidak menuntaskan 7 mata pelajaran.
“Tidak naik kelas di kelas 10, karena 7 mata pelajaran tidak tuntas sementara untuk syarat kenaikan kelas itu 3. Sebelum rapat pleno orang tuanya dipanggil, itu hari Rabu dipanggil. Kemudian pulang ibunya sore itu dan menerima tidak naik kelas,” kata Dadang Mulyadi seperti dikutip, Rabu (16/7/2025).
Pihak sekolah membantah bahwa kasus ini terkait bullying. Kepala Sekolah dan wali kelas menyampaikan bahwa persoalan yang dihadapi siswa lebih disebabkan oleh masalah akademik, dan bahwa pihak sekolah telah berkomunikasi rutin dengan keluarga korban.
Meski demikian, Pemerintah Kabupaten Garut melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) serta Wakil Bupati Putri Karlina menyatakan bahwa pihaknya telah menindaklanjuti laporan terkait kondisi korban bahkan sebelum kejadian tragis itu terjadi.
Siswa bersangkutan telah dijadwalkan untuk menjalani pendampingan psikologis lanjutan yang difasilitasi Pemkab Garut, namun proses tersebut belum sempat terlaksana.
Pemerintah daerah, termasuk Dewan Pendidikan Kabupaten Garut, juga telah memanggil pihak sekolah dan tengah melakukan klarifikasi internal, sebagai bagian dari upaya serius dalam menanggapi kasus ini secara sistematis dan menyeluruh.
Wakil Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Fajar Riza Ul Haq, langsung datang ke rumah duka di Garut sebagai bentuk kepedulian pemerintah pusat. Ia menyatakan bahwa pemerintah akan menindaklanjuti kasus ini secara serius.
“Kami hadir untuk mendengarkan dan memastikan setiap kasus perundungan ditangani secara menyeluruh dan transparan,” ujarnya.
Fajar juga menegaskan perlunya penguatan sistem deteksi dini di sekolah serta pelatihan guru dalam membina lingkungan belajar yang aman. Ia mengajak seluruh pihak, termasuk pemerintah daerah dan kepolisian, bekerja sama memastikan kejadian serupa tidak terulang.
Kasus ini kini bukan hanya menjadi duka keluarga, namun juga cermin peringatan atas lemahnya perlindungan psikologis di lingkungan sekolah. Pemerintah diharapkan tidak berhenti pada retorika, melainkan bergerak cepat memperbaiki sistem pengawasan dan penanganan bullying di lembaga pendidikan.(Lungit/*)