JAKARTA (Kastanews.com)- Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Charles Meikyansah, mendorong perbankan untuk memperkuat sistem keamanan nasabah. Hal itu dilakukan untuk memperoleh kepercayaan publik dan melindungi masyarakat dari kasus-kasus penipuan, khususnya para nasabah.
“Sekarang ini banyak sekali modus penipuan yang memanfaatkan aplikasi mobile banking lewat virus maupun malware atau teknik peretasan lainnya. Sistem keamanan perbankan harus lebih diperkuat,” ujar Charles dalam keterangan tertulisnya, Selasa (25/7).
Berbagai model dan modus penipuan marak terjadi belakangan ini dan tidak sedikit masyarakat yang menjadi korban. Mulai dari penipuan dengan memanfaatkan kebocoran data pribadi nasabah, scamming, hingga pishing scam dengan berbagai macam metode pencurian data yang memungkinkan penipu meretas korban.
Yang terbaru, jagat maya dihebohkan dengan postingan tentang adanya pop up peringatan virus di aplikasi mobile banking BCA yang apabila notifikasi itu diklik, diyakini saldo akan terambil seluruhnya oleh hacker. Berita tersebut lantas membuat gempar netizen Indonesia.
Selain itu juga beredar isu bahwa ada hacker yang mengaku telah mendapatkan dan menjual data nasabah kartu kredit salah satu bank swasta. Data yang didapatkan hacker itu disebut berupa alamat, email, hingga nomor telepon.
Dengan berbagai fenomena kejahatan elektronik perbankan itu, Charles mendorong perbankan menggiatkan sosialisasi kepada masyarakat. Tentunya didukung oleh peran serta dari pemerintah.
“Dengan adanya edukasi yang tepat, diharapkan masyarakat tidak mudah termakan isu hacker perbankan. Edukasi dan sosialisasi yang masif juga penting menyasar kalangan yang masih kurang dalam literasi digital,” tutur legislator dari Dapil Jawa Timur IV (Lumajang dan Jember) itu.
Negara juga harus hadir untuk memastikan keamanan siber bagi warganya. Kebocoran data pribadi, menurut Charles, merupakan hal yang sangat serius dan harus menjadi perhatian pemerintah karena sangat merugikan masyarakat.
Bukan hanya itu, Charles juga menekankan pentingnya transparansi pemerintah kepada masyarakat dalam penanganan kasus kebocoran data. Langkah itu diharapkan dapat menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap sistem keamanan siber di Indonesia.
“Upaya transparansi diperlukan sebagai jaminan bahwa negara hadir di setiap permasalahan rakyat. Keamanan siber di Indonesia harus terus ditingkatkan untuk kepentingan publik,” tegasnya.
Ia megatakan regulasi turunan dari UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (PDP) yang tengah disusun akan menjadi payung hukum dalam mencegah kebocoran data pribadi. Charles menilai, sengkarut kebocoran data publik juga menjadi salah satu faktor banyaknya masyarakat menjadi korban penipuan perbankan.
“Masalah kebocoran informasi pribadi bukan hanya sebatas urusan data, tetapi juga menyangkut integritas dan kepercayaan publik kepada pemerintah,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia meminta penegak hukum untuk mempermudah penanganan kasus penipuan perbankan yang dialami masyarakat. Penegak hukum dan pihak terkait tidak boleh melihat besar kecilnya dana yang hilang, tapi mengedepankan dedikasi dan pelayanan publik.
“Karena bisa jadi dana yang mungkin dianggap kecil untuk seseorang, tapi menjadi sangat besar dan berarti untuk orang lain. Penegak hukum dan pihak internal perbankan harus memiliki empati terhadap para korban penipuan,” kata Charles.
Di sisi lain, Charles mengingatkan masyarakat untuk lebih peka terhadap keamanan data pribadi. Selain itu, publik diminta mewaspadai aksi-aksi penipuan dan potensi peretasan data perbankan yang dengan mudah masuk ke gawai dengan berbagai teknik.
“Masyarakat harus lebih aware lagi terhadap keamanan data pribadi. Apabila ada pesan mencurigakan masuk ke aplikasi pesan, email atau sebagainya, lebih baik tidak dibuka. Ini demi keamanan pribadi. Juga, rajinlah memberi imbauan kepada keluarga, teman, dan kerabat, khususnya yang literasi digitalnya masih kurang,” imbaunya.
Charles pun mendukung upaya pemerintah yang terus menangani kasus kebocoran data secara hati-hati. Pasalnya, tidak sedikit hacker yang hanya menggertak tetapi tidak memiliki data saat melakukan penyerangan.
“Gerak cepat dalam menelusuri informasi kebocoran data pribadi sangat dibutuhkan. Termasuk dari internal perbankan sendiri,” tutup Charles. (rls/fnd/*)