JAKARTA (Kastanews.com): Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang), Rachmad Gobel, mengapresiasi kolaborasi maestro lukis Indonesia dengan para pelukis difabel.
“Ini merupakan bentuk kepedulian yang nyata dari para maestro terhadap pelukis difabel. Kita harus mendukungnya. Dan karya para difabel tak kalah berkualitas dengan karya para maestro,” ungkap Gobel saat mengunjungi pameran lukisan di selasar Ashta, di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Sabtu (2/12).
Pameran bertajuk Panasonic Gobel Art Charity, Art With Heart, itu didukung Panasonic Gobel Indonesia dan Panasonic Manufacturing Indonesia. Para maestro lukis berasal dari komunitas pelukis Yogyakarta. Mereka adalah Kartika Affandi (istri pelukis ternama Indonesia, almarhum Affandi), Nasirun, Putu Sutawijaya, Budi Ubrux, Ampun Sutrisno, I Wayan Cahya, Hari Budiono, dan Meuz Prast.
Sedangkan para pelukis difabel berjumlah 15 orang, di antaranya Audrey Angesti, Nadhifandra Naladira (Andra), Darren Chandra, Raysha Dinar Kemal Gani, dan Aziza Mischa Azalia. Pameran yang berlangsung hingga Minggu (3/12) itu dikurasi oleh Agus Noor.
Gobel mengaku gembira dengan antusiasme pengunjung dan kepedulian para maestro terhadap kaum difabel. Apalagi sebagian lukisan dengan media kanvas sudah ada yang laku. Peminat lelang pun sudah pada mendaftar.
“Ini bisa menjadi agenda tahunan yang baik,” katanya.
Daniel Suhardiman dari Panasonic mengatakan, ide pameran itu datang dari Ampun Sutrisno yang ditindaklanjuti oleh Panasonic dengan mengajak para pelukis difabel.
“Karena itu pameran ini dikaitkan dengan Hari Disabilitas Internasional yang jatuh pada 3 Desember,” ujarnya.
Selain memamerkan lukisan para maestro di atas kanvas, jelasnya, keunikan pameran itu ialah melukis dengan media perabot rumah tangga produksi Panasonic, yaitu kulkas, dispenser, AC, dan rice cooker.
Intan Abdams Katoppo, juga dari Panasonic, mengatakan, “Kapan lagi bisa mengoleksi lukisan etnik Nasirun dan bunga matahari Kartika dengan media kulkas, atau lukisan koi Wayan Cahya di atas AC. Ini benar-benar koleksi langka,” kata Intan.
Mengingat kegiatan itu merupakan pameran kolaborasi, tambahnya, maka pada pelelangan lukisan pada 3 Desember dilakukan dengan sistem bundling.
“Lukisan maestro di-bundling dengan lukisan karya para difabel,” jelasnya.
Daniel mengatakan, sistem bundling merupakan bagian dari upaya mengangkat reputasi pelukis difabel.
“Orangtua mereka sudah beranjak menua, pada saatnya mereka harus mandiri dengan menjadi pelukis profesional,” katanya.
Hasil pelelangan lukisan, imbuh Daniel, akan disumbangkan untuk Yayasan Indriya, Perempuan Tangguh Indonesia, dan Tab Space yang merupakan lembaga yang menaungi para difabel Indonesia.
Karya lukisan para difabel memang layak dipuji. Andra, misalnya. Suatu saat orangtuanya mengajak jalan-jalan ke pusat perbelanjaan Sarinah. Dari atas ia mengamati jalanan di Jl MH Thamrin, yang saat itu sedang ada pengerjaan konstruksi MRT.
Seminggu kemudian ia melukisnya. Namun, dari view sebaliknya. Lukisan sketsa Darren juga begitu detil hingga titik terkecil dan gradasi warna yang indah. Begitu pula Audrey, awalnya tak bisa memegang kuas, hingga mahir melukis. Lukisannya luar biasa dengan warna blink-blink. Ada juga lukisan abstrak yang menggambarkan makhluk astral.
Gobel mengaku gembira melihat antusiasme pengunjung dan kepedulian para maestro lukis terhadap difabel. “Ini bisa menjadi agenda tahunan yang baik,” katanya.
Sedangkan Arif Gobel mengatakan, kegiatan itu merupakan bagian dari perwujudan nilai-nilai Panasonic Gobel yang selalu ingin memberikan manfaat bagi lingkungan.
“Hal ini sesuai dengan filosofi pohon pisang yang diajarkan pendiri kami. Kita harus sungguh-sungguh menerapkan nilai-nilai inklusivitas. Selain itu juga sebagai bentuk dukungan atas hak kaum difabel dalam meningkatkan harkat dan kesejahteraan mereka. Kegiatan ini juga bagian dari apresiasi terhadap kreativitas dan upaya pelestarian seni budaya,” ucap Gobel. (nasihin/*)