PEKANBARU (Kastanews.com): Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru mengungkap fakta mengejutkan dalam persidangan lanjutan kasus korupsi yang menjerat mantan Plt Kepala Bagian Umum Sekretariat Daerah Kota (Setdako) Pekanbaru, Novin Karmila. Sidang yang digelar pada Selasa (15/7/2025) itu menghadirkan putri terdakwa, Nadia Rovin Putri, sebagai saksi. Dalam sidang tersebut, majelis menyoroti gaya hidup mewah Nadia yang diduga difasilitasi oleh uang hasil korupsi.
Kasus ini bermula dari dugaan pemotongan anggaran Ganti Uang (GU) dan Tambahan Uang (TU) dari APBD/APBD-P Kota Pekanbaru tahun anggaran 2024, yang dilakukan oleh Novin bersama dua pejabat lain, yakni mantan Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa dan Sekda Indra Pomi Nasution. Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa KPK, nilai total kerugian negara ditaksir mencapai Rp8,95 miliar. Dari jumlah tersebut, Novin diduga menerima bagian sebesar Rp2,03 miliar.
Dalam sidang terbaru, terungkap bahwa sebagian dana tersebut digunakan untuk membiayai kebutuhan putrinya, termasuk pembelian mobil mewah BMW X1 seharga sekitar Rp830 juta. Hakim Delta Tamtama yang memimpin sidang bahkan mempertanyakan motif penggantian mobil sebelumnya, Honda Civic Turbo, yang dianggap Nadia “kependekan”. Selain itu, terungkap pula pembelian sejumlah barang mewah lainnya seperti tas Louis Vuitton, Dior, Prada, dan Gucci, yang masing-masing bernilai lebih dari Rp20 juta. Barang-barang tersebut dibeli oleh Novin atas permintaan Nadia melalui pesan pribadi.
“Ini luar biasa, belum ada dalam catatan kami anak ASN minta mobil BMW karena Civic-nya terlalu pendek. Ini bukan konsumsi biasa, ini gaya hidup hedon,” kata hakim Delta Tamtama di ruang sidang, Selasa (15/7/2025).
Nadia mengaku tidak mengetahui secara rinci asal-usul uang yang digunakan ibunya untuk membelikan barang-barang tersebut. Namun, hakim menilai bahwa sebagai mahasiswa, gaya hidup mewah itu tidak dapat dibenarkan, terlebih jika didanai dari uang negara.
Berdasarkan keterangan saksi dan bukti transaksi, ditemukan pula fakta bahwa Novin menggunakan rekening bank atas nama putrinya untuk mentransfer dan menyimpan uang dalam jumlah besar. Rekening tersebut digunakan sebagai medium transaksi selama Novin berada di Jakarta, tempat putrinya menempuh pendidikan.
“Rekening atas nama anak digunakan sebagai tempat keluar masuk uang. Itu bukan hal kebetulan,” tegas hakim dalam persidangan.
Dalam dakwaan jaksa, aliran dana korupsi tidak hanya dinikmati oleh Novin, tetapi juga didistribusikan ke pejabat lain. Jaksa menyebut Risnandar Mahiwa menerima Rp2,9 miliar, Indra Pomi sebesar Rp2,4 miliar, serta Rp1,6 miliar lainnya mengalir ke para ajudan. Novin diduga menjadi perantara utama, dengan modus memotong dana Ganti Uang (GU) dan Tambah Uang (TU) yang dikelola bendahara sekretariat, lalu menyalurkannya ke berbagai pihak melalui rekening pribadi atau tunai yang dikirim langsung ke rumah dinas pejabat.
Perkara ini berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pekanbaru pada akhir Desember 2024. Dalam OTT tersebut, KPK menyita sejumlah dokumen, uang tunai, serta barang-barang mewah yang kini menjadi bagian dari barang bukti dalam persidangan.
Hingga berita ini ditulis, proses persidangan masih berlangsung. Novin Karmila masih menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa, sementara Nadia dipanggil kembali sebagai saksi untuk pendalaman aliran dana melalui rekening pribadi. Majelis hakim dijadwalkan akan membacakan putusan pada awal Agustus 2025, setelah seluruh alat bukti dan kesaksian dipertimbangkan.(Lungit/*)