JAKARTA (Kastanews.com): Pelabuhan Pulau Baai, Kota Bengkulu mengalami pendangkalan dan menciptakan masalah yang serius bagi masyarakat di Pulau Enggano. Sudah tiga bulan terakhir ini, atau sejak Maret lalu, warga Pulau Enggano terisolasi tanpa akses angkutan laut. Ratusan petani pun memilih tidak memanen hasil kebun mereka karena tidak adanya jalur distribusi dan harga jual yang jatuh.
Menyaksikan hal tersebut, Anggota DPR RI dari Dapil Bengkulu Erna Sari Dewi, mengungkapkan lambannya respons pemerintah atas terisolasinya Pulau Enggano, Bengkulu. Erna menyebut, Enggano memang tidak memiliki potensi tambang strategis seperti emas atau nikel, tetapi bukan berarti tak perlu mendapatkan perhatian serius dari negara.
“Pulau-pulau lain yang punya tambang atau sumber daya strategis selalu jadi prioritas. Tapi ketika masyarakat Enggano menghadapi kelumpuhan logistik, panen membusuk, listrik nyaris padam, dan pasien kritis tidak bisa dirujuk ke rumah sakit, negara justru lambat bertindak. Apakah perhatian negara hanya hadir ketika ada potensi ekonomi?” ujar Erna di Jakarta, Senin (24/6/2025).
Anggota Komisi VII DPR RI itu mengatakan, kondisi keterisolasian itu jalur logistik utama ke Pulau Enggano terputus dan lebih dari 4.000 warga kini hidup tanpa kepastian.
“Kerugian warga ditaksir mencapai Rp2 miliar per bulan, tapi ini seakan tidak cukup menggugah perhatian pusat. Coba bandingkan dengan wilayah seperti Morowali, Halmahera, atau Tembagapura—satu hari saja pasokan terganggu, kementerian langsung bergerak,” ungkapnya.
Erna menekankan bahwa Pulau Enggano memiliki posisi strategis secara geopolitik. Terletak di perlintasan Samudra Hindia, semestinya menjadi prioritas dalam konteks pertahanan dan kedaulatan negara.
“Negara tidak boleh hadir hanya ketika ada nilai komersial. Masyarakat Enggano adalah warga negara, bukan angka statistik. Mereka berhak atas pelayanan dasar yang adil dan merata,” tegas Erna.
Erna mendesak Kementerian Perhubungan untuk segera melakukan pengerukan darurat di Pelabuhan Pulau Baai. Ia juga meminta pengiriman kapal logistik pengganti serta koordinasi lintas kementerian agar krisis segera teratasi.
“Respons cepat dan terpadu sangat diperlukan. Ini bukan sekadar urusan transportasi, tapi menyangkut hak hidup dan martabat warga negara di wilayah terluar,” tegasnya. (wasis/*)