SLEMAN, 20 Oktober 2020: Pasangan calon bupati/wakil bupati Sleman, Sri Muslimatun-Amin Purnama (MuliA) mengusung program kerja “mbangun dusun nganti wangun.†Program ini akan didukung dengan anggaran 100 juta per dusun setiap tahunnya dari APBD Sleman.
Sri Muslimatun yang diusung Partai NasDem itu mengatakan, program ‘mbangun dusun nganti wangun’ akan fokus kepada infratruktur yang dapat mendongkrak ekonomi lokal. Pembangunan ini mencakup revitalisasi pasar, pembangunan jalan, saluran drainase, balai dusun dan sebagainya.
“Pembangunan dari dusun merupakan fondasi untuk pembangunan skala makro. Saya sudah mengkaji dengan tim pakar. Program ini sangat realistis. Bukan sekedar janji surga yang pada akhirnya gagal karena tidak jelas konsepnya,†ujar Sri Muslimatun dalam keterangan tertulisnya, Selasa 20 Oktober 2020. Â
Pakar kesehatan masyarakat itu optimis, jika terpilih nanti, program ini akan disetujui oleh DPRD. Berbekal pengalaman menjadi Wakil Bupati sejak tahun 2015, ia akan langung beradaptasi dengan sistem kerja bersama legislatif. Di sisi lain, cawabup Amin Purnama akan turut mengawal di DPRD karena pernah menjadi legislator di Sleman.
“Masa jabatan hasil pilkada 2020 yang hanya tiga tahun, faktor pengalaman akan menentukan percepatan pembangunan,†tegasnya.
Alasan mendasar program 100 juta per dusun karena Muslimatun ingin menjadikan masyarakat sebagai subjek pembangunan. Dengan fokus pembangunan mulai dari dusun, target pemerataan dapat terlaksana. Konsep ini akan memberi peluang ekonomi lokal berkembang.
“Kami rancang pembangunan berskala besar dimulai dari program-program kecil berbasis masyarakat. Dan ini harus dimulai dari dusun,” jelasnya.
Menurut akademisi dari Universitas Widya Mataram Yogyakarta, Edy Chrisjanto, program yang dikedepankan Sri Muslimatun cukup realistis mengingat APBD Sleman pada tahun 2020 sebesar Rp 2,99 triliun. Sedangkan jumlah dusun di Sleman terdiri dari 1.212 dusun yang tersebar di 86 Desa dari 17 wilayah Kecamatan.
Pengajar mata kuliah Hukum Ekonomi itu menilai, realistis atau tidak dapat diukur dari dua hal, yakni kemampuan anggaran dan karakteristik program yang harus konkrit.
“Dari sisi anggaran cukup realistis, karena secara matematis akan menelan sekitar 121 M setiap tahunnya. Jumlah ini hanya sekitar 4 % dari APBD. Sementara dari sisi program, saya menilai mbangun dusun ini lebih terarah kepada infratruktur lokal,†kata Edy.
Meski demikian, Edi menilai, anggaran ini perlu dikelompokkan ke dalam cluster tertentu dalam postur anggaran. Apakah masuk cluster infrastruktur, penanggulangan kemiskinan, atau peningkatan daya saing ekonomi.
“Cluster dalam APBD itu kan banyak, perlu dimasukkan ke cluster mana. Tujuannya agar tidak tumpang tindih sehingga program ini dapat diprioritaskan,†pungkasnya. (zar/*)