JAKARTA (KASTANEWS.COM)- Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhamad Mardiono dinilai telah membuktikan bahwa dirinya layak melanjutkan kepemimpinan di partai berlambang ka’bah tersebut.
Kader PPP Rahmat Hidayat mengakui Pemilu 2024 meninggalkan catatan pahit bagi PPP. “Tidak tercapainya ambang batas parlemen tentu menjadi alarm serius yang tidak bisa diabaikan. Evaluasi harus dilakukan. Tetapi evaluasi yang bijak menuntut keseimbangan antara kritik dan apresiasi, antara emosi dan akal sehat,” kata Rahmat dalam keterangan tertulisnya, Senin (28/7/2025).
Di tengah riuhnya tuntutan pembaruan, kata dia, satu nama terus disebut Muhamad Mardiono, Pelaksana Tugas Ketua Umum. Dia mengungkapkan, sebagian menilai beliau gagal, sebagian lain melihatnya sebagai tokoh yang justru paling berkontribusi dalam menjaga PPP tetap hidup.
“Maka pertanyaannya bukan sekadar ‘siapa yang salah?’, melainkan: ‘siapa yang tetap bertahan ketika yang lain memilih pergi?’” kata Pemerhati Hukum Partai Politik ini.
Dia mengatakan, Mardiono menerima estafet kepemimpinan bukan dalam situasi normal. Dia mengungkapkan Mardiono hadir ketika partai menghadapi ketidakstabilan struktural dan kepercayaan publik yang mulai menurun.
“Tidak banyak yang bersedia mengambil risiko memimpin partai di saat badai. Tapi beliau hadir — bukan dengan retorika, melainkan dengan langkah konkret,” tuturnya.
Dia menambahkan, Mardiono tidak mencalonkan diri dalam pemilu. Sebaliknya, lanjut dia, Mardiono mengabdikan sepenuhnya untuk membenahi organisasi, menyatukan fraksi-fraksi internal, dan mengorbankan dana pribadinya untuk memastikan saksi dan logistik partai tetap berjalan di lapangan.
“Ini adalah bentuk pengabdian yang jarang terlihat dalam politik praktis hari ini. Gagalnya PPP masuk ke parlemen tentu harus dievaluasi. Tetapi menyederhanakan penyebabnya menjadi kesalahan satu orang justru mengabaikan kompleksitas politik modern,” kata dia.
Dia mengatakan, pemilu adalah hasil dari banyak variabel: kekuatan caleg di daerah, efektivitas kampanye, dinamika pilpres, hingga perubahan perilaku pemilih.
“Dalam kerangka itu, menyalahkan Pak Mardiono secara tunggal adalah bentuk ketidakadilan naratif. Padahal, beliau adalah figur yang justru menjaga PPP dari kehancuran yang lebih besar,” ucapnya.
Dia mengakui PPP membutuhkan pemulihan, bukan perpecahan baru. Dia melanjutkan, proses regenerasi boleh berjalan, tapi tidak dengan cara mendelegitimasi mereka yang sudah bekerja keras.(rah)