Oleh Gantyo Koespradono
KASTANEWS.ID, PILIHAN publik terkait dengan siapa yang layak menjadi Presiden RI pasca-Jokowi benar-benar sulit diterka. Ini bisa dilihat dari hasil survei yang dilakukan koran Kompas dan dirilis Rabu 23 Februari 2022.Entah apa alasannya, para responden yang dijaring Kompas, sebagian besar (26,5%) menempatkan Prabowo Subianto sebagai urutan teratas. Padahal kita tahu, seperti yang dipertanyakan banyak orang, Prabowo selama ini tidak membuat prestasi yang bisa dibanggakan.
Setelah dipercaya menjadi menteri pertahanan di kabinetnya Jokowi, ketua umum Partai Gerindra ini juga jarang tampil ke publik. Tidak seperti yang lain, ia juga tidak neko-neko berpromosi lewat berbagai media, terutama media sosial. Pasang baliho pun tidak.
Katakanlah publik mengenal Prabowo bahwa ia pernah menjadi calon presiden (capres) gagal pada 2014 dan 2019, pertanyaan saya adalah sampai sejauh mana daya tarik Prabowo? Apakah justru pernah gagal nyapres berkali-kali, kemudian masyarakat merasa iba dan memfavoritkan sosoknya sebagai capres 2024?
Entahlah, padahal jika ia pada 2024 nyapres, usianya sudah tidak muda lagi, kepala 7. Lagi-lagi saya tidak tahu, mungkin mereka yang mengidolakan tetap menganggap Prabowo sebagai laki-laki perkasa, brilian, cerdas, trengginas dan sehat walafiat layaknya mantan PM Malaysia, Mahathir Mohamad.
Masih berdasarkan survei Kompas, menempati urutan kedua adalah Ganjar Pranowo (20,5%). Saya maklum jika para responden memilih ganjar saat ditanya “Siapa calon presiden pilihan Anda jika pemilu dilakukan saat ini?” Pasalnya, Ganjar-lah satu-satunya figur yang dinilai banyak orang cocok nyapres lantaran NKRI-nya sangat dominan.
Nah, yang membuat saya menyimpulkan selera masyarakat semakin sulit ditebak setelah melihat posisi Anies Baswedan. Masih menurut survei Kompas, Anies yang saat ini masih menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta, menempati posisi ketiga (14,2%).
Khusus Anies, saya menduga 14,2% responden yang memilihnya adalah mereka yang dulu menganggap Anies sebagai pejuang agama saat ia mencalonkan diri sebagai calon gubernur DKI Jakarta dalam pilgub 2017. Ya, maklumlah kalau mereka tidak kapok-kapok setelah melihat reputasi Anies sekarang.
Di luar ketiga nama di atas, tokoh-tokoh lain yang terjaring pantas nyapres, perolehan suaranya di bawah dua digit. Bahkan ada yang nol koma, seperti yang dialami Puan Maharani meskipun ia saat melakukan “cek ombak” sebagai bakal capres sangat luar biasa; balihonya ada di mana-mana.
Sangat mungkin seiring dengan semakin dinamisnya opini soal pencapresan dalam waktu dekat, komposisi itu tampaknya bakal berubah. Apalagi sampai sekarang sejumlah tokoh lain yang diidolakan pantas nyapres juga diam-diam terus melakukan “serangan fajar” dengan mengirim pesan ke warga masyarakat. Masuk ke WA pribadi.
Dalam dua pekan ini setidaknya saya sudah mendapatkan kiriman informasi kegiatan Erick Tohir yang disampaikan lewat japri WA. Saya tidak kenal dengan nomor HP yang masuk ke ponsel saya.
Terus terang saya tidak tertarik dengan konten yang dikirim. Isinya antara lain berbunyi: “Soban Erick memberikan bantuan berupa sembako di Kota Pontianak Kalimantan Barat.”
Pada bagian lain tertulis: “Relawan Sobat Erick Thohir memberikan bantuan berupa sembako, uang tunai dan laptop kepada masyarakat prasejahtera.”
Karena berlatar belakang bisnis, saya tentu lebih tertarik jika Erick dan tim relawannya memberikan informasi terkait dengan ekonomi Indonesia ke depan jika ia menjadi presiden. Sembako dan sejenisnya, maaf, bukan wilayah saya.
Saya tidak tahu diam-diam pendukung Erick memberikan bantuan itu asal muasalnya dari mana? Dari Erick Tohir-kah atau swadaya para relawan? Kalau yang terakhir ini benar, boleh juga militansi pendukung Erick.
Kalau saya ditanya, pantaskah Erick untuk 2024 menyapreskan diri?
Menurut saya, siapa pun, termasuk Erick Tohir layak. Bukan tidak mungkin ia bisa menjadi kuda hitam dalam hajatan Pilpres 2024. Apalagi jika orientasi Indonesia ke depan adalah pembangunan ekonomi.
Erick cekatan dalam soal bisnis. Ia jago lobi. Tempo hari, tanpa keterlibatannya, sangat mungkin kita tidak mungkin bisa mendatangkan vaksin covid-19 dalam jumlah besar.
Kalau kita ingin menata ekonomi Indonesia jauh lebih baik, sehingga kita jadi negara yang layak diperhitungkan negara-negara lain, sosok model Erick Tohir, memang pantas jadi presiden menggantikan Jokowi yang telah menyiapkan pondasi berupa infrastruktur bagi penerusnya.
Sayang memang dari berbagai survei yang dilakukan sejumlah lembaga survei, posisinya masih satu digit. Kalau kelak sudah dua digit, sangat mungkin, Erick Tohir akan jadi kuda hitam.[]