JAKARTA (KASTANEWS.COM)- Komunikolog Emrus Sihombing menyerukan agar perbincangan soal pendapatan anggota dewan kembali pada koridor ilmiah: dibandingkan secara setara dan relevan, bukan dibenturkan dengan kelompok sosial yang berbeda konteks.
Seruan itu disampaikan Emrus di tengah desakan bernuansa politis agar Deddy Yevri Sitorus dinonaktifkan. “Ketika melakukan perbandingan, dari aspek ilmiah, harus yang setara dong,” tegas Emrus, Rabu (3/9/2025).
Emrus memberikan contoh seperti membandingkan benda padat dengan benda padat atau benda cair dengan benda cair—analoginya: berat jenis air tawar dengan air laut.
Dia berpendapat, ukuran yang tepat adalah membandingkan pendapatan anggota dewan Indonesia dengan anggota dewan di negara lain, atau dengan pejabat negara lain baik eksekutif maupun legislatif di dalam negeri. “Itulah pembandingan yang setara,” ujarnya.
Karena itu, ia menilai tidak logis menyandingkan pendapatan anggota dewan dengan upah minimum pekerja, sekalipun ada kasus di negara tertentu di mana upah minimum lebih tinggi dari pendapatan dewan negara lain. “Artinya, perbandingan yang logis harus setara,” ujar Emrus.
Emrus juga meluruskan perdebatan tentang tunjangan. Baginya, tunjangan melekat pada jabatan dan termasuk biaya yang diperlukan untuk menjalankan tugas, bukan sekadar “tambahan pendapatan” personal.
“Tunjangan, menurut hemat saya, termasuk bagian dari biaya, yaitu pengeluaran dalam rangka melaksanakan tugas-tugas sebagai anggota dewan/pejabat negara,” jelasnya.
Ia mengingatkan, praktik pemberian tunjangan juga berlaku untuk berbagai pejabat negara dan pemerintah.
Seruan Emrus ini sejalan dengan posisi Deddy Yevri Sitorus yang menolak simplifikasi dan pembingkaian yang tidak setara dalam membahas kesejahteraan anggota dewan.
Dengan mengembalikan parameter perbandingan pada standar yang benar, Emrus menilai polemik bisa ditarik dari ruang emosional menuju perdebatan yang jernih dan berbasis data. “Untuk itulah, mari kita berpikir jernih dan logis. Lakukan perbandingan tentang apa pun berdasarkan prinsip setara agar ilmiah,” pungkasnya.
Sebelumnya, Anggota DPR Fraksi PDIP Deddy Sitorus angkat bicara mengenai pernyataannya dalam program televisi yang dipotong dan viral di media sosial terkait rakyat jelata. Dia menuding pembawa acara program sebuah TV swasta melakukan provokasi dengan membandingkan gaji DPR dengan rakyat dan gaji UMR.
Deddy pun mengungkapkan program TV swasta tersebut videonya dipotong seperti kasus Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
“Saya bilang ya tidak bisa dibandingkan begitu, kalau mau dibandingkan ya dengan sesama lembaga negara. Misalnya dengan kementerian, KPK, BPK, dan lain-lain. Ehh malah dipotong 20 detik sehingga kesannya jadi perbandingan derajat dan status. Kan keterlaluan, persis kaya kasus Ahok dulu. Diskusi itu pun terjadi Oktober 2024, tiba-tiba diangkat sekarang untuk menyerang saya,” kata Deddy Sitorus.(rah)