Penjualan Meningkat, Kemenprin beri Syarat ke Produsen Mobil Listrik

Penjualan Meningkat, Kemenprin beri Syarat ke Produsen Mobil Listrik

JAKARTA (KASTANEWS.COM)- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) meminta brand yang saat ini memanfaatkan insentif impor mobil listrik untuk mulai produksi di Tanah Air tahun depan. Bahkan, mereka diminta memenuhi kewajiban dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) minimal 40 persen mulai 2026.

1. Produksi Lokal

Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kemenperin, Mahardi Tunggul Wicaksono mengatakan, ada sejumlah produsen yang memanfaatkan insentif mobil listrik. Produsen tersebut adalah BYD, VinFast, Geely, Xpeng, Aion, Citroen, Maxus, VW, dan GWM Ora.

“Dalam perjalanannya, perusahaan juga harus memperhatikan nilai, besaran nilai TKDN. Dari 40 persen harus secara bertahap naik menjadi 60 persen besaran nilai TKDN,” kata Tunggul di kantor Kemenperin.

Sebagai informasi, insentif impor mobil listrik akan berakhir pada 31 Desember 2025. Selanjutnya, mulai 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027, mereka yang memanfaatkan insentif wajin memproduksi mobil dengan komposisi 1:1.

Artinya, mereka harus memproduksi mobil sesuai dengan jumlah yang telah diimpor ke Indonesia. Selain itu, produksi ini harus menyesuaikan aturan TKDN yang sudah ditetapkan. TKDN wajib 40 persen pada 2022-2026.

“Yang dilakukan melalui CKD (Completely Knocked Down) sampai dengan 2026, dan pada 2027 dilakukan melalui IKD (Incompletely Knocked Down). Karena kalau masih tetap CKD, enggak akan tercapai angka 60 persen. Kemudian angka 80 persen dicapai melalui skema manufaktur part by part,” ujar Tunggul.

2. Penjualan Meningkat

Sejak insentif impor mobil listrik berlaku pada 2023, penjualannya mulai meningkat. Pada akhir 2024, Kemenperin mencatat peredaran mobil listrik mencapai 207 ribu, naik 78 persen dibandingkan 2023 yang berjumlah 116 ribu unit.

Sebaliknya, kendaraan berbasis internal combustion engine (ICE) pangsa pasarnya turun dari 99,64 persen pada 2021 menjadi 82,2 persen pada Januari hingga Juli 2025.

“Hal ini mencerminkan adanya pergeseran preferensi konsumen menuju kendaraan yang lebih efisien dan ramah lingkungan,” ungkap Tunggul.(rah)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *