JAKARTA (KASTANEWS.COM)- Ketua Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) RI Noor Achmad menegaskan BAZNAS merupakan lembaga negara nonstruktural yang sah dan memiliki kewenangan penuh dalam mengelola zakat sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan ajaran syariat Islam.
“BAZNAS dibentuk oleh negara dan dijalankan sesuai dengan syariat. Amanatnya sangat jelas, yaitu agar negara hadir dalam mengatur dan menjamin pengelolaan zakat berjalan adil, amanah, dan profesional,” ujar Kiai Noor di hadapan Majelis Hakim MK, di Jakarta, Senin (21/7/2025).
Ia menegaskan, kewenangan negara dalam mengelola zakat bukanlah hal baru dalam sejarah Islam. “Pengelolaan zakat oleh negara telah dilakukan sejak masa Rasulullah SAW dan terus berlangsung pada masa Khulafaur Rasyidin. Maka pengelolaan zakat oleh negara tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga sesuai dengan prinsip-prinsip agama,” jelasnya.
Kiai Noor juga menepis anggapan bahwa fungsi BAZNAS hanya sebatas pengatur dan pengawas. Ia menjelaskan bahwa sistem pengawasan dan akuntabilitas BAZNAS telah berjalan baik melalui kerja sama dengan Kantor Akuntan Publik (KAP), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan kementerian terkait.
“BAZNAS memiliki perangkat hukum, organisasi, dan sumber daya manusia yang kapabel untuk menjaga integritas pengelolaan zakat. Kekhawatiran atas penyalahgunaan dana zakat tidak berdasar dan tidak didukung bukti empiris, karena tidak menunjuk fakta konkret kegagalan sistem pengendalian yang telah berjalan,” tegasnya.
Sejak diberlakukannya UU No. 23 Tahun 2011, BAZNAS telah membentuk jaringan kelembagaan dari pusat hingga daerah: 34 BAZNAS provinsi, 484 kabupaten/kota, dan 21.829 Unit Pengumpul Zakat (UPZ).
Sinergi ini berkontribusi langsung terhadap peningkatan penghimpunan zakat nasional dari Rp2,6 triliun pada tahun 2020 menjadi Rp4,2 triliun pada 2024. Dari sisi pendistribusian dan pendayagunaan, program-program prioritas BAZNAS seperti Z-Mart, Santripreneur, Z-Chicken, Kampung Zakat, dan pengentasan stunting telah menjangkau lebih dari 35 juta penerima manfaat dalam lima tahun terakhir. Bahkan, sebanyak 286 ribu mustahik telah dientaskan dari kemiskinan ekstrem.
“Jika peran eksekusi BAZNAS dihilangkan, maka capaian 35 juta penerima manfaat, 10 program prioritas, hingga model pengelolaan berbasis teknologi tidak akan terjadi. Maka dari itu, peran BAZNAS bukan hanya sah, tapi juga vital,” tegas Kiai Noor.
Lebih jauh, ia menekankan bahwa BAZNAS bukan sekadar pelaksana teknis, tetapi wujud nyata kehadiran negara dalam menjamin kesejahteraan masyarakat berbasis zakat.
“Ini bukan soal kelembagaan, ini soal amanat konstitusi dan syariat. Negara harus tetap punya tangan yang kuat untuk mengelola zakat secara terstruktur dan sistematis,” pungkasnya.(rah)