JAKARTA (Kastanews.com)- Sistem pembayaran dan pola transaksi ekonomi terus mengalami perubahan. Perkembangan teknologi dalam sistem pembayaran menggeser peran uang tunai sebagai alat pembayaran, menjadi alat pembayaran non-tunai yang lebih efisien. Sistem pembayaran yang efektif dan efisien berpengaruh terhadap kelancaran aktivitas perekonomian.
“Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi digital Indonesia adalah sistem pembayaran digital yang semakin seamless. Selama dua tahun pandemi melanda Indonesia, akselerasi pembayaran digital di Indonesia telah menjadi solusi untuk pemulihan ekonomi,” kata Kemal E.Gani, Group Chief SWA, dalam konferensi virtual yang bertajuk “Business Operations Enablement Through The use of Integrated Payment Solutions” Selasa (28/6/2022).
Andiwiana Saptonarwanto, Kepala Grup Operasional Departmen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, mengatakan pihaknya sudah menyiapkan sejumlah regulasi pendukung sistem transaksi keuangan elektronik.
Melalui sinergi dan kolaborasi dengan sejumlah pemangku kepentingan terkait, penyediaan infrastruktur dan perubahan perilaku menuju ekosistem digital. BI saat ini sudah siap untuk memfasilitasi transaksi keuangan elektronik untuk semua model bisnis. Kedua, BI juga telah menyiapkan regulasi dan kebijakan yang mendukung.
Ketiga, optimalisasi sumber daya lokal. Keempat edukasi dan monitoring. Strategi elektronifikasi transaksi keuangan BI telah mencakup 4 bidang penting: (1). Elektronifikasi bantuan sosial, (2). Elektronifikasi Transaksi Pemerintah, (3). Elektronifikasi transportasi dan tol. (4). Elektronifikasi ritel lainnya.
“Ke depan pemerintah sedang siapkan untuk bidang kesehatan, pariwisata serta bidang layanan masyarakat lainnya,” kata Andiwiana.
Sementara itu, Roy Sembel, Professor of Finance Management, IPMI Business School, menyampaikan salah satu isu global yang menjadi perhatian dunia selain isu-isu lingkungan hidup, adalah isu digital inequality.
Jadi dengan adanya digital payment system akan bisa mengurangi digital inequality. Saat ini dengan terjadinya perang rusia Ukraina dampaknya ke GDP dan inflasi negara-negara di dunia sangat terasa, untuk itu efisiensi makin dibutuhkan salah satunya dengan digitalisasi termasuk digitalisasi sistem pembayaran.
“Oleh karena itu dibutuhkan kolaborasi dari seluruh stakeholder untuk menangkap peluang ekonomi digital yang di dalamnya digerakkan oleh digital payment,” kata Roy.
Sepandangan, Roy N Mandey Pertama, Roy N Mandey, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) memaparkan ada beberapa peluang yang bisa menjadi pendorong pertumbuhan revenue jika retailer menggunakan digital payments. Pertama, membuka cross-border sales yang tinggi.
Kedua, membuka konversi yang tinggi. Ketiga, kemudahan user atau customer untuk membeli secara kontekstual, “Keempat, sistem pembayaran tertaut (linking payments) mendorong kekuatan belanja customer, semakin besar nilai belanjanya. Kelima, meningkatkan belanja dan loyalitas pelanggan.
Nor Meydia, Head of Business Development Xendit, menekankan pentingnya pembayaran digital untuk bisnis. Untuk perusahaan B2C, ini akan membawa bisnis memasuki pasar yang berisi pelanggan yang digital literasinya sudah sangat baik. Mereka adalah kelompok usia 25-34 tahun yang menyumbang lebih dari 50% belanja online. “Daya beli kelompok ini akan meningkat dalam dekade berikut,” pungkasnya.