Pakar Jabarkan Penyebab Rendahnya Daya Saing di BUMN

Pakar Jabarkan Penyebab Rendahnya Daya Saing di BUMN

JAKARTA (KASTANEWS.COM)- Banyaknya regulasi yang mengikat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dinilai menjadi salah satu penyebab rendahnya daya saing perusahaan pelat merah. Sebelumnya ada wacana status Kementerian BUMN bakal diturunkan menjadi badan.

Pakar hukum Maelinda Eka Yuniza dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait RUU Perubahan Keempat atas UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Kamis (25/9/2025) menerangkan, BUMN saat ini berada dalam posisi dilematis karena harus tunduk pada berbagai undang-undang yang bersifat publik maupun privat, seperti UU Keuangan Negara, UU BUMN, UU Perbendaharaan Negara, UU Perseroan Terbatas, UU Tipikor, hingga regulasi sektoral.

Tumpang tindih dan ketidakharmonisan regulasi ini membuat ruang gerak BUMN menjadi terbatas dan menurunkan fleksibilitas dalam menjalankan fungsi bisnisnya.

“Banyaknya peraturan yang mereka harus tunduk, ada hukum privat, ada hukum publik. Banyaknya peraturan yang mengikat BUMN ini menjadikan BUMN kurang kompetitif gitu. Nah menurut saya ini harus kita perhatikan juga,” kata Maelinda.

Lebih lanjut Ia mengungkapkan, bahwa Indonesia sudah seharusnya memiliki basis data yang kuat terkait peraturan mana saja yang bertentangan, yang menghambat pertumbuhan BUMN. Ia menilai perlu dibuat aturan yang tidak tumpang tindih.

“Kalau peraturannya harmonis dan lebih accountable, maka saya yakin seharusnya BUMN itu bisa menjadi lebih profesional,” tegasnya.

Selain aspek daya saing, ia juga menyoroti kerentanan pejabat BUMN terhadap jeratan hukum, terutama dalam kasus tindak pidana korupsi (Tipikor). Hal ini berkaitan dengan posisi keuangan BUMN yang dalam berbagai putusan Mahkamah Konstitusi dinyatakan sebagai bagian dari keuangan negara.

Menurutnya, penempatan BUMN dalam ruang lingkup keuangan negara kerap membuat pejabatnya diperlakukan seperti aparatur negara, sehingga lebih mudah dijerat dengan pasal-pasal Tipikor.

“Masuknya BUMN sebagai bagian keuangan negara itu rawan bagi pejabat BUMN terjerat Tipikor. Nah ini juga kita harus perhatikan apakah memang yang menjadi masalah ketika keuangan BUMN menjadi bagian keuangan negara atau jangan-jangan ada persepsi yang berbeda tentang delik dari Tipikor itu sendiri,” kata Maelinda.

“Kalau misalnya yang berbeda adalah delik Tipikor, maka yang harus kita perbaiki adalah persamaan perspektif gitu ya, Tipikor itu diartikan sebagai apa,” tandasnya.(rah)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *