SLEMAN (Kastanews.com): Anggota MPR RI, Subardi, prihatin atas kasus mafia tanah yang terus terjadi di DIY. Di antaranya dialami oleh Mbah Tupon, seorang lansia buta huruf yang tanahnya diambil alih mafia. Tanah seluas 1.600 m2 milik Mbah Tupon dijadikan jaminan pinjaman oleh mafia ke bank.
Kasus Mbah Tupon sudah menjadi perhatian publik, dan saat ini masih dalam proses penyelidikan oleh kepolisian DIY. Kementerian ATR/BPN sudah mengambil langkah pemblokiran terhadap sertifikat tanah milik Mbah Tupon agar tidak dapat disita.
“Mafia tanah harus dibersihkan. Hak-hak rakyat sepenuhnya harus dilindungi negara demi terciptanya ketentraman. Saya mendukung korban mafia tanah mendapatkan keadilan dan haknya,” kata Subardi saat sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan, di Sleman, DIY, Rabu, (14/5/2025).
Praktik mafia tanah kerap menyasar masyarakat kecil. Data Badan Pertanahan Nasional menyebut ada 242 kasus mafia tanah sejak 2018-2021. Para pelaku memanfaatkan minimnya literasi korban dengan modus membantu mengurus sertifikat tanah dan selanjutnya diambil alih. Mafia tanah umumnya bergerak memanfaatkan celah hukum, kelemahan administrasi pertanahan, bahkan dengan tindakan intimidasi dan pemalsuan dokumen.
“Mafia Tanah bisa menyasar tanah kosong, tanah sengketa, bahkan properti yang sudah dimiliki secara sah. Masyarakat kecil jadi sasaran empuk. Kita mengecam pelaku yang diketahui memiliki jaringan di mana-mana termasuk akses ke pejabat pembuat akta tanah,” ungkap legislator asal Sleman itu.
Selain Mbah Tupon, kasus serupa juga dialami oleh warga Kabupaten Bantul. Ada tiga kasus dugaan mafia tanah yang terjadi di daerah itu. Oknum yang terlibat pun diduga sama dengan kasus yang menimpa Mbah Tupon.
Persoalan mafia tanah, lanjut Subardi, adalah persoalan sangat serius karena merampas hak rakyat. Kedaulatan rakyat atas tanah adalah hak mutlak yang harus dijamin negara. Tanah atau teritorial merupakan unsur utama dalam teori-teori kenegaraan, sehingga kedudukannya sangat luhur menyangkut eksistensi rakyat itu sendiri.
Kasus mafia tanah tentu sangat bertentangan dengan falsafah Empat Pilar Bangsa, yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan dan Bhinneka Tunggal Ika.
“Negara wajib melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Itu jelas di paragraf empat pembukaan UUD 1945. Karena itu, jika ingin memutus mafia tanah, kita perlu tegakkan semangat konstitusi, yakni melindungi, menjamin, dan memastikan hak atas kedaulatan rakyat tidak dapat diganggu siapapun,” pungkasnya. (NK/rls/*)