JAKARTA (KASTANEWS.COM)– Akun Instagram Presiden Indonesia Prabowo Subianto dan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) diserbu netizen Brasil.
Umumnya mereka menyuarakan keprihatian atas musibah yang dialami seorang pendaki atau warga negara Brasil Juliana Marins (27) yang tewas usai jatuh ke jurang Gunung Rinjani.
Mereka membanjiri kolom komentar beberapa postingan Instagram Prabowo dan Basarnas. “Empat hari tanpa tindakan merenggut nyawa Juliana Marins. Mengetahui lokasinya namun tetap membiarkannya menderita tanpa air, makanan, atau perlindungan mengungkap kombinasi yang tak bisa diterima antara ketidakmampuan dan kelalaian dari otoritas Taman Nasional Rinjani,” kata salah satu netizen Brasil Carolina Araujo.
“Kami menuntut investigasi pidana, pemecatan segera, dan tinjauan eksternal terhadap protokol penyelamatan — atau kita akan terus menghitung korban jiwa sementara para penanggung jawab bersembunyi di balik alasan,” sambungnya.
Komentar tersebut langsung ditimpali oleh netizen Indonesia. “Ya itulah negara kita, sama rakyatnya sendiri aja penanganan lambat dan ga tepat sasaran. harusnya pemerintah brazil menegur pemerintah indonesia mengenai dana basarnas yang dipotong sehingga petugas tidak punya dana dan fasilitas mumpuni untuk menyelamatkan nyawa. memang di Indonesia nyawa murah kalau anda bukan siapa2,” kata netizen Indonesia mfirza.
Tidak sedikit juga terjadi debat panas antara netizen Brasil dengan Indonesia. “Jangan mengunjungi Indonesia. Bahaya kematian yang mengancam,” kata netizen Brasil gillnair_sts.
Komentar tersebut langsung diserang sejumlah netizen Indonesia. “Anda berfikir negara kami adalah negara berbahaya dengan kematian yang akan terjadi? Hahaha Anda lucu, sudahkah negara Anda lebih baik dari negara kami? Kematian bisa terjadi di mana saja termasuk di negara Anda. Banyak turis asing yang datang ke gunung tersebut tapi tidak terjadi apa apa. Berikir lah seblelum mengetik jika anda memiliki akal,” kata netizen Indonesia Muhammad Fahrozi Nuh.
Di sisi lain, ada juga netizen Indonesia di akun Instagram edonn_28 yang menyebut tragedi tersebut membuka luka sekaligus mata. “Penyelamatan Juliana adalah cermin bahwa sistem tanggap darurat kita belum siap untuk kondisi ekstrem,” katanya.
“Koordinasi lamban, tidak adanya suplai darurat saat korban masih hidup, serta protokol evakuasi yang terlalu tergantung pada markas di bawah — adalah kelemahan nyata yang tak bisa dibantah. Waktu adalah segalanya, dan waktu itu hilang,” sambungnya.
Namun, menurut dia, ini bukan tentang menyalahkan satu-dua orang. Ini soal sistem. “Kepada mereka yang mengatakan, ‘medannya berat, cuacanya buruk,’ — itu semua benar. Tapi justru itu inti dari pekerjaan penyelamatan: hadir di saat tersulit. Jangan jadikan medan ekstrem sebagai tameng permanen untuk menutupi stagnasi. Negara lain juga punya gunung, jurang, dan badai — tapi mereka belajar, membangun sistem, dan melatih kesiapsiagaan,” jelasnya.
Di sisi lain, lanjut dia, tidak bisa menutup mata juga terhadap usaha para relawan, porter, dan tim SAR yang benar-benar naik ke medan berbahaya, membawa risiko nyawa mereka sendiri.
“Mereka mungkin bekerja dalam keterbatasan alat, logistik, dan anggaran — tapi mereka tetap berjalan. Mereka bukan musuh, mereka bagian dari solusi yang belum didukung penuh,” ujarnya. “Jadi, mari kita kritisi sistemnya, bukan menghakimi orang lapangan. Dan mari kita hargai para pejuang itu, bukan membela kegagalan struktural atas nama solidaritas palsu,” tambahnya.
Menurut dia, saat ini sudah saatnya meningkatkan SOP evakuasi ekstrem, memanfaatkan teknologi lebih cepat dan tepat, memberi dukungan anggaran dan pelatihan yang serius untuk tim penyelamat.
“Nyawa Juliana tidak boleh berakhir tanpa makna. Jika ada pelajaran, maka jadikan ini momen perubahan,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, proses evakuasi WNA Brasil Juliana Marins (27) yang jatuh di jurang Gunung Rinjani menyisakan cerita tersendiri bagi relawan dari Unit SAR Lombok Timur, Syamsul Padli. Dia terlibat proses pencarian dan evakuasi sejak jatuhnya korban pada Hari Sabtu, 21 Juni 2025.
Padli menuturkan, proses evakuasi korban tak semudah yang dibayangkan orang. Apalagi, Gunung Rinjani punya kultur tanah dan bebatuan berbeda seperti di tempat lain. Karena banyak batuan lepas, pasir mudah longsor sehingga rentan dan bisa membahayakan.
Proses evakuasi berlangsung Rabu (25/6/2025) pukul 08.00 sampai 14.00 Wita. Ia bersama tiga rekannya dari Basarnas harus menginap bersama jasad korban di kedalaman 600 meter lebih. “Kita turunnya sampai sana malam, jadi harus tunggu. Paginya baru kita packing baru kita evakuasi”, tuturnya.
Ia mengaku proses evakuasi tidak mudah karna medan ekstrem. Cuaca berkabut dan hujan, sehingga tim harus sangat hati-hati memilih pijakan aman saat turun menjangkau korban. Padli mengaku terlibat melakukan proses pencarian dan penyelamatan sejak hari pertama.
Bahkan, ia sempat turun di kedalaman 400 meter, lokasi pertama korban ditemukan, tapi hasilnya nihil. Korban sudah tidak berada di lokasi awal.
“Sabtu malam itu, saya pertama turun tapi ternyata korban tidak ditemukan sesuai lokasi yang dideteksi drone itu. Kita panggil nggak ada,” ujar Padli seraya mengatakan akhirnya ia kembali naik hingga korban kembali ditemukan di lokasi berbeda, kedalaman 600 meter.
Lamanya proses evakuasi korban sempat menjadi sorotan dan viral di media sosial. Bahkan, akun Instagram Presiden Prabowo Subianto diserbu netizen Brasil meminta agar rekan mereka segera ditemukan dan dievakuasi.
Setelah lima hari proses pencarian, akhirnya korban berhasil dievakuasi dan kepala Basarnas langsung turun memantau dan menyiagakan berbagai peralatan termasuk tiga helikopter untuk proses evakuasi korban.
Diketahui, setelah lima hari dilakukan upaya penyelamatan, Tim SAR gabungan akhirnya berhasil mengevakuasi jasad Juliana Marins (27), WNA asal Brasil yang jatuh di jurang Gunung Rinjani. Jasad korban ditarik menggunakan tali dari kedalaman 600 meter.
Proses evakuasi memakan waktu selama 6 jam dari pukul 08.00 sampai pukul 14.00 Wita. Setelah berhasil diangkat ke atas, jasad korban kemudian ditandu menyusuri jalur pendakian Sembalun dan tiba sekitar pukul 20.00 Wita.
Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Mohammad Syafii mengatakan, sekitar pukul 13.30 Wita korban berhasil dievakuasi dari kedalaman 600 meter menuju LKP.
“Awalnya kita ingin melakukan evakuasi menggunakan pesawat heli dan itu menjadi alternatif pertama tapi ternyata cuaca tidak memungkinkan,” katanya.
Alternatif kedua, setelah korban berhasil ditarik ke atas, pihaknya ingin mengangkut korban menggunakan media udara. “Ternyata kondisi cuaca juga tidak memungkinkan, sehingga akhirnya evakuasi korban terpaksa kita laksanakan dengan cara ditandu,” katanya.
Ia mengakui evakuasi melalui jalur darat memakan waktu panjang. Sekitar pukul 15.30, jenazah korban tiba Pos Pemasangan Sembalun. “Perjalanan dari Pelawangan Sembalun menuju pos kita saat ini (Posko TNGR Sembalun) memakan waktu kira kira enam jam.”
Meski tidak bisa menggunakan jalur udara, tapi secara keseluruhan proses evakuasi berjalan lancar dan lebih cepat dari perkiraan. “Selanjutnya korban kita bawa ke Rumah Sakit Bhayangkara melalui jalur darat.”
Ia menambahkan pihaknya sudah bertemu dengan keluarga korban untuk menjelaskan tahapan evakuasi yang telah dilakukan selama proses pencarian hingga korban berhasil dievakuasi. “Dari pihak keluarga, Alhamdulillah menyampaikan apresiasi terhadap apa yang telah dilakukan kita dan operasi yang kita lakukan diapresiasi.”
Kini, jenazah korban sudah berada di Rumah Sakit Bhayangkara Mataram. Setelah proses autopsi, rencananya jenazah korban akan dipulangkan Kamis (26/6/2025) ke negara asalnya, Brasil.
Juliana Marins dilaporkan jatuh di jurang Cemara Nunggal, menuju arah Segara Anak puncak Gunung Rinjani pada Sabtu, 21 Juni 2025.(rah)