JAKARTA (Kastanews.com) – Dua siswa Binus School Simprug berhasil menciptakan mesin canggih pembuat tempe. Mesin itu bahkan sudah siap dijual ke luar negeri.
Prestasi membanggakan berhasil ditoreh dua siswa Binus School Simprug, Kenneth William Santoso dan Davrell Mylka Jowkins, yang berhasil membuat Portable Machine of Tempeh Making atau mesin pengolah tempe.
Mesin tersebut sukses mencuri perhatian masyarakat Eropa yang hadir di ajang Ars Electronica Festival 2023 pada 6-10 September 2023. Olahan tempe yang dibuat oleh mesin pengolah tempe itu berhasil mencuri perhatian masyarakat Eropa saat dipamerkan di Aea Electronica Festival 2023.
Apalagi kedelai adalah pakan yang sangat asing buat warga Benua Biru. “Tempe yang ada di Eropa kebanyakan dibuat dari kacang lupin, bukan kedelai,” ujar Dr Rinda Hedwig, Research Interest Group Leader Binus School Simprug, Rabu (27/9/2023).
Dia melanjutkan, mesin yang dibuat oleh dua siswa Binus School Simprug itu mampu menyederhanakan proses pembuatan tempe secara konvensional. Bahkan jauh lebih higienis dan rendah polusi. “Mesin ini bisa mengolah setengah hingga satu kilo kedelai,” jelasnya.
Sementara Kenneth William Santoso dan Davrell Mylka Jowkins menjelaskan, konsep di balik mesin pembuat tempe portable tersebut relatif sederhana. Cara kerjanya melibatkan pengendalian seluruh tahapan pengolahan tempe, mulai langkah awal seperti pencucian, perebusan, hingga pembuangan kedelai dan sekam.
“Langkah pertama mesin adalah merendam kedelai selama 6 jam sambil bergetar bolak-balik untuk memastikan terpisahnya kulit dari biji. Kedua, mesin akan merendam kedelai dan air hingga suhu mendidih. Ketiga, mesin akan meningkatkan kecepatan putarannya untuk memastikan pemisahan mutlak kulit dari bijinya,” jelas Davrell.
Kenneth menambahkan, mesin tersebut juga menggunakan ragi sebagai bahan dasar pengolahan kedelai menjadi tempe. Suhu mesin menyesuaikan dengan suhu ruangan, lengkap dengan sirkulasi udara yang bisa memfasilitasi proses fermentasi.
“Hasil dari proses terkendali ini pada akhirnya terciptalah masakan tempe. Mesin ini menjalankan seluruh proses mulai dari kedelai hingga tempe, sehingga menawarkan kualitas yang konsisten kepada konsumen dan lebih sedikit pekerjaan,” tutur Kenneth.
Kenneth dan Davrell senang mesin pembuat tempe tersebut mendapatkan apresiasi yang positif selama pameran di Austria. Mereka semakin bangga karena Binus School Simprug berencana memasarkan mesin pembuat tempe itu ke Eropa.
“Kami akan bekerja sama dengan beberapa industri untuk memasarkan mesin ini. Kami perkirakan harganya tidak lebih mahal dibanding air fryer yang kisaran harganya Rp4 juta. Di bawah harga itu mungkin,” kata Dr Rinda Hedwig.(rah)