Gantyo Koespradono
Bagaikan atlet peraih medali emas di ajang olimpiade, berkalungkan bunga, pedangdut Saipul Jamil, sekeluarnya dari LP Cipinang, Jakarta Timur, Kamis (2/9/2021) diarak dengan mobil mewah terbuka dan dielu-elukan oleh para fansnya.
Saipul Jamil “pahlawan”? Bisa jadi, setidaknya buat para penggemarnya, atau buat dirinya sendiri setelah “berjuang” melawan kesepian di penjara.
Buat yang lupa. Saipul Jamil terjerat kasus pelecehan seksual. Pada 14 Juni 2016, Pengadilan Negara Jakarta Utara menjatuhkan hukuman 3 tahun kepada Saipul Jamil.
Kala itu, hakim menyatakan pedangdut itu terbukti melanggar pasal 292 KUHP tentang perbuatan cabul karena mencabuli korban yang tinggal di rumahnya.
Vonis 3 tahun itu diperberat di tingkat banding. Saipul Jamil dapat “bonus” hukuman menjadi 5 tahun penjara.
Setelah ia bebas, media massa pun, ikut menyambutnya dengan melakukan liputan luar biasa.
Tak berselang lama, Saipul bahkan tampil di stasiun televisi. Sampai sekarang, hampir semua media kompak tidak menyebut nama stasiun televisi yang menayangkan acaranya.
Sejak ia tampil di televisi yang “dimisteriuskan” tersebut, kecaman terhadap Saipul bermunculan. Tiba-tiba banyak tokoh dan organisasi mendadak “bermoral”.
Intinya, melihat latar belakang kasus Saipul, pedangdut ini tidak layak tampil di stasiun televisi. Jika ia tampil di televsi dinilai bisa memberikan dampak buruk bagi masyarakat.
Saya tidak bermaksud memprovokasi Saipul Jamil. Ia sebenarnya bisa protes. Lho, mengapa tidak boleh tampil di media massa, televisi?
Bukankah selama ini banyak tokoh yang dijadikan nara sumber oleh stasiun televisi, selain tidak layak, juga tidak punya kompetensi di bidangnya?
Bayangkan, bujangan yang mengaku seorang ahli filsafat dan doyan berujar “dungu” hampir selalu dimunculkan sebagai nara sumber tak cuma di stasiun televisi yang satu itu, tapi juga televisi lain.
Ada pula stasiun televisi yang ngawur. Ada yang sengaja mengundang nara sumber berlatar belakang agama namun yang dibahas peristiwa politik.
Setelah tampil di layar kaca, tokoh agama ini memprovokasi pula kelompoknya yang bisa berdampak membahayakan keselamatan negara.
Ada pula tokoh agama yang diundang talk show di televisi dan radio tapi topiknya soal covid dan ujung-ujungnya mendiskreditkan kinerja pemerintah. Lha, ini mau ngomongin covid atau mengumbar kebencian kepada presiden?
Terus terang saya terkadang bingung apa maunya media massa sekarang ini?
Maaf, saya tidak ngefans kepada Saipul Jamil. Saya hanya mengajak kita, khususnya media massa, khususnya stasiun televisi supaya fair dan introspeksi sedikitlah.
Hati-hati dan bijaksanalah mengundang nara sumber. Jangan hanya lantaran orang yang dianggap layak tampil dan asal bisa dan berani ngebacot tentang apa pun, lantas kalian menyimpulkan orang itu punya kompetensi.
“Mikir,” kata Cak Lontong.