JAKARTA (Kastanews.com)- Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto dilaporkan ke Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) oleh Perkumpulan Tenaga Pendamping Desa Indonesia (Pertepedesia) pada Kamis (6/3/2025).
Anggota Komnas HAM Anis Hidayah menjelaskan, aduan itu dilayangkan lantaran Yandri diduga telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak terhadap tenaga pendamping desa. Padahal, kata Anis, selama ini para pendamping desa tersebut sudah dikontrak bertahun-tahun sejak Undang-Undang Desa itu ada.
“Dan kontrak mereka itu kan selama ini diperpanjang setiap tahun, tetapi tiba-tiba pada tahun 2025 berdasarkan klausul baru bagi yang pernah mencalonkan diri sebagai anggota legislatif gitu ya atau caleg itu tiba-tiba harus bahasanya mundur,” tegas Anis usai menerima aduan Pertepedesia di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
Anis pun menegaskan pihaknya akan menganalisis dan menindaklanjuti aduan tersebut terkait adanya dugaan pelanggaran HAM. Ia mengatakan, pihaknya membutuhkan waktu untuk menindaklanjuti laporan tersebut.
“Tetapi pada prinsipnya adalah terkait dengan potensi pelanggaran HAM karena PHK sepihak oleh kementerian desa terhadap ribuan pendamping desa kira-kira begitu,” tuturnya.
Sementara itu, perwakilan Pertepedesia Hendriyatna mempertanyakan alasan Kemendes melakukan PHK sepihak. Padahal, kata dia, para pendamping desa tidak melanggar hukum apa pun.
Kendati begitu, ia mengatakan, sejumlah anggota Pertepedesia sempat maju menjadi calon legislatif pada Pemilu 2024.
Tetapi, ia menegaskan, hal itu sudah mendapatkan izin dan mendapat legitimasi formal baik dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan kementerian terkait.
“Bawaslu pun tidak pernah mempersoalkan kami. Tidak pernah ada aduan bahwa caleg yang berasal dari pendamping desa itu melakukan perbuatan melawan hukum atau UU pemilu,” tegas Hendri.
“Yang terjadi ini malah dipermasalahkan oleh pihak Kemendes. Secara sepihak telah membuat klausul dalam kontrak kerja yang mengatakan bahwa kami menyatakan tidak pernah mencalonkan sebagai caleg, dan apabila di kemudian hari terbukti pernah caleg, maka akan di-PHK secara sepihak,” imbuhnya.
Padahal, kata Hendri, ada tahapan tertentu untuk melakukan PHK. Atas dasar itu, ia menilai, langkah Kemendes melakukan PHK terhadap tenaga pendamping desa sudah menjadi pelanggaran HAM.
“Ini sudah merupakan suatu pelanggaran HAM. Kami ini manusia, bukan binatang. Kami ini manusia, bukan barang. Tapi tiba-tiba kami ini dianggap seolah-olah kami itu bukan manusia. Dan itu adalah hak asasi kami untuk bekerja. Hak asasi kami untuk mendapatkan penghasilan yang layak,” pungkasnya.(rah)