JAKARTA (Kastanews.com): Perempuan bukan hanya penting dalam urusan politik, tetapi juga bagaimana hukum dapat menjadi alat perjuangan menuju keadilan sosial.
“Kita masih menghadapi tantangan besar mulai dari sistem patriarki, oligarki partai, hingga beban domestik yang belum terbagi secara adil. Bahkan perempuan yang sudah masuk ke parlemen pun kerap kesulitan menembus ruang-ruang keputusan strategis karena kuatnya relasi kuasa politik dan budaya maskulin di dalamnya,” papar anggota DPR RI dari Fraksi Partai NasDem Lisda Hendrajoni saat menjadi pemateri seminar bertajuk “Perempuan Pekerja Keras: Kartini Masa Kini”.
Seminar yang digelar Ikatan Mahasiswa Magister Hukum Universitas Indonesia (IMMH UI) periode 2024/2025 itu dilangsungkan di Balai Sidang Djokosoetono, Fakultas Hukum UI, Depok, Jawa Barat, Jumat (25/4/2025).
Sebagai anggota Komisi VIII DPR RI pada periode pertamanya di 2019, Lisda berbagi pengalamannya dalam menangani isu-isu perlindungan sosial, penanggulangan bencana, keagamaan, serta pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Ia menegaskan bahwa kehadiran perempuan di parlemen harus menjadi agen perubahan substansial, bukan sekadar simbol representasi.
Lisda juga membahas perjuangannya dalam pengesahan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS). Ia mengungkapkan bahwa lahirnya UU tersebut merupakan hasil dari perjuangan panjang melawan konservatisme moral yang kuat, serta menunjukkan bahwa politik hukum harus berpihak pada korban.
“UU TPKS adalah contoh konkret bagaimana hukum bisa menjadi alat afirmasi hak korban dan pengakuan terhadap kekerasan berbasis gender. Namun, pekerjaan kita belum selesai. Tantangan implementasi masih besar, mulai dari perspektif aparat penegak hukum hingga infrastruktur layanan korban yang masih terbatas,” ungkap legislator NasDem dari Dapil Sumatra Barat I (Kabupaten Dhamasraya, Kepulauan Mentawai, Pesisir Selatan, Sawahlunto/Sijunjung, Solok, Solok Selatan, Tanah Datar, Kota Padang, Padang Panjang, Sawahlunto, dan Solok) itu.
Lebih lanjut, Lisda menekankan pentingnya memperkuat sistem hukum Indonesia agar lebih responsif terhadap kebutuhan perempuan. Menurutnya, untuk mewujudkan keadilan substantif, diperlukan tiga pilar utama: kehadiran substantif perempuan di lembaga politik, pendidikan hukum berperspektif gender, dan solidaritas lintas sektor, termasuk akademisi dan mahasiswa.
“Perempuan harus hadir bukan hanya karena kita mampu, tetapi karena kita harus. Untuk demokrasi yang setara dan hukum yang berkeadilan,” tegas Lisda menutup sesi seminar.
Kegiatan seminar yang digelar dalam memperingati Hari Kartini tahun 20205 tersebut juga menghadirkan Prof. Dr. Ratih Lestarini, S.H., M.H., serta para pemateri lainnya seperti, Titi Anggraini, S.H., M.H., Sri Gusni Febriasari, S.K.M, M.Psi.T. , Amanda Normanita Siregar, S.H. (Bee/*)